PERKEMBANGAN KAWASAN ASIA TENGGARA SAAT INI



PERKEMBANGAN KAWASAN ASIA TENGGARA SAAT INI
  • Latar Belakang

Asia Tenggara adalah sebuah kawasan di benua asia bagian tenggara. Kawasan ini mencakup Indochina dan Semenanjung Malaya serta kepulauan disekitarnya. Kawasan asia tenggara terdiri dari Asia Tenggara Daratan dan Asia Tenggara Maritim. Negara-negara yang termasuk ke dalam Asia Tenggara Daratan adalah Kamboja, Laos, Myanmar, Thailand dan Vietnam. Sedangkan negara-negara yang termasuk ke dalam Asia Tenggara Maritim adalah Brunei, Filipina, Indonesia, Malaysia, Singapura dan Timor Leste.
Semua negara Asia Tenggara terhimpun ke dalam organisasi ASEAN (Association South East Asian Nation), kecuali Timor Leste yang hanya berstatus sebagai pengamat karena alasan politis. Organisasi ini bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, dan pengembangan kebudayaan negara-negara anggotanya, serta memajukan perdamaian di tingkat regional.
Sepanjang sejarahnya, hubungan antar negara-negara di Asia Tenggara yang tergabung dalam ASEAN mengalami perkembangan mengenai berbagai isu. Sebagai negara-negara yang memiliki kedekatan secara geografi, tak heran jika isu-isu yang mengemuka dalam hubungan negara-negara di Asia Tenggara ini meliputi segala aspek dalam kehidupan bernegara, yaitu berkenaan dengan aspek ekonomi, politik, sosial budaya, pertahanan, dan keamanan.

  •  Kerjasama di Asia Tenggara

Kerjasama Negara-negara Asia Tenggara - Kerja sama berarti saling berhubungan, saling membuat jalinan dan saling dukung mendukung untuk kepentingan bersama serta saling menguntungkan. Kerja sama dalam perdagangan, pendidikan, keamanan bersama, kebudayaan, dan lain-lain. Semua itu dilakukan untuk kepentingan bersama dan saling menguntungkan.
Kerja sama antar negara-negara kawasan Asia Tenggara sudah lama dilakukan, baik itu secara formal maupun non formal.
1.   Faktor-faktor Pendorong Kerjasama Negara-negara Kawasan Asia Tenggara
Sebuah negara tidak mungkin hidup menyendiri. Setiap negara butuh hubungan dan kerja sama dengan negara lain dalam berbagai hal. Apalagi jika negara-negara tersebut saling berdekatan wilayahnya seperti di kawasan Asia Tenggara ini. Sebagai contoh, kerja sama bidang perdagangan (untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi), kerja sama bidang keamanan dan ketertiban, dukungan politik internasional, dan masih banyak lagi.
Mengapa kerja sama antarnegara-negara kawasan Asia Tenggara penting? Berdasar pengalaman masa lalu hingga saat ini, paling tidak terdapat beberapa faktor penting. Beberapa faktor penting yang dimaksud paling tidak meliputi :
a.    Faktor Kesamaan Nasib dan Sejarah
Semua negara-negara di kawasan Asia Tenggara sama-sama mengalami penjajahan oleh bangsa lain (kecuali Thailand). Selain itu bangsa-bangsa di kawasan Asia Tenggara sudah lama menjalin hubungan baik. Ingat, dulu pernah berkembang dua kerajaan besar yang menyatukan  bangsa-bangsa  di  kawasan  ini  yakni  Kerajaan Sriwijaya (abad ke-5) yang berpusat di Palembang dan Kerajaan Majapahit (± abad ke-7) yang berpusat di pulau Jawa. Bangsa-bangsa di kawasan Asia Tenggara dewasa ini mayoritas juga sebagai negara berkembang (kecuali Singapura).
b.   Faktor Kedekatan Geografis
Bagaimanapun, wilayah negara-negara yang berada di kawasan Asia Tenggara, saling berdekatan satu sama lain (perhatikan kembali peta negara-negara di kawasan Asia Tenggara!). Karena itu demi terjaganya stabilitas pada masing-masing negara di kawasan ini butuh jalinan kerja sama yang baik dan terus-menerus.
c.    Faktor Strategisnya Letak Kawasan
Sejak dulu, kawasan Asia Tenggara menjadi jalur lalu-lintas internasional yang ramai. Barangkali hal tersebut wajar, sebab letak kawasan ini memang strategis. Namun demikian letak yang strategis ternyata mempunyai sisi positif dan negatif.
Sisi positifnya mempercepat perkembangan di segala bidang kehidupan. Sementara  itu, sisi negatifnya terjadi berbagai jenis perselisihan atau sengketa regional akibat perbedaan-perbedaan kepentingan masing-masing negara. Contoh konkritnya, Indonesia dan Malaysia pernah mengalami ketegangan politik. Contoh lain, antara Malaysia dan Filipina, juga Singapura, pernah dilanda perselisihan (sengketa soal wilayah Sabah dan Serawak, di bagian utara Pulau Kalimantan).
Sisi negatif yang lain? Letak kawasan yang strategis adalah negara-negara kawasan Asia Tenggara rawan menjadi ajang persaingan kepentingan-kepentingan yang datang dari luar. Selain itu, kawasan Asia yang strategis tersebut juga menjadi rawan akan munculnya berbagai bentuk kemerosotan moral serta budaya.

Bentuk Kerja Sama Antarnegara
Dewasa ini, kerja sama antarnegara dapat dibedakan menjadi beberapa bentuk.
Masing-masing dari bentuk kerja sama tersebut adalah:
1.   Kerja sama bilateral, yakni kerja sama yang melibatkan dua negara. Contoh kerja sama antara Indonesia dan Malaysia dalam pengiriman TKI (Tenaga Kerja Indonesia).
2.  Kerja sama multilateral, yakni kerja sama yang melibatkan beberapa/banyak negara. Contoh PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa).
3.   Kerja sama regional, yakni kerja sama yang melibatkan beberapa negara dalam satu kawasan. Contohnya ASEAN/Association of South East Asian Nations (Kerja sama antar bangsa-bangsa di kawasan Asia Tenggara), Liga Arab (kerja sama antar bangsa-bangsa arab).

2.   Organisasi Formal Kerja Sama Negara-negara Asia Tenggara
Menyadari berada dalam satu kawasan, bagaimanapun kerja sama antarnegara- negara Asia Tenggara sangatlah penting. Akan tetapi, (sebelum tahun 1960-an) wadah atau organisasi formal dari kerja sama tersebut belum terbentuk.
Lantas bagaimana sejarah perjalanan pembentukan organisasi formal kerja sama negara-negara Asia Tenggara? Mari kita simak uraian berikut:
a.    ASA (Asosiasi Asia Tenggara)
ASA merupakan organisasi formal kerja sama Asia Tenggara yang pertama. Organisasi ini didirikan pada tanggal 14 Juli 1961, dengan negara-negara anggota Malaysia, Filipina, dan Thailand. Yang mengilhami pembentukan organisasi ini adalah konferensi bersejarah negara-negara Asia-Afrika di Bandung tahun 1955.

b.   ASEAN (Association of South East Asian Nations)
Menyadari keterbatasan jumlah anggota, Thanat Khoman (menteri luar negeri Thailand) menggagas suatu kelompok yang lebih besar dari ASA. Thanat mengemukakan gagasan tersebut dalam sebuah diskusi terbatas dengan beberapa menteri luar negeri negara-negara Asia Tenggara pada pertengahan tahun 1966. Selanjutnya pada bulan Mei tahun 1967 Thanat secara formal mengajukan gagasannya (dalam deklarasi secara tertulis) kepada Tun Abdul Razak  (Perdana Menteri Malaysia), dan sebelumnya Adam Malik (Menteri Luar Negeri RI waktu itu) sudah mempelajarinya.
Pada tanggal 8 Agustus 1967,  lima Menteri Luar Negeri negara Asia Tenggara mengadakan pertemuan di Bangkok Thailand. Kelima menteri luar negeri itu adalah:
1.      Adam Malik (Indonesia)
2.      Narciso R. Ramos (Filipina)
3.      Tun Abdul Razak (Malaysia)
4.      S. Rajaratnam (Singapura)
5.      Thanat Khoman (Thailand). 

Dengan demikian hingga saat ini ASEAN beranggotakan semua negara di Asia tenggara (kecuali Timor Leste dan Papua Nugini). Berikut ini adalah negara-negara anggota ASEAN:
1.      Filipina (negara pendiri) 
2.      Indonesia (negara pendiri) 
3.      Malaysia (negara pendiri) 
4.      Singapura (negara pendiri) 
5.      Thailand (negara pendiri) 
6.      Brunei Darussalam (7 Januari 1984) 
7.      Vietnam (28 Juli 1995 
8.      Laos (23 Juli 1997) 
9.      Myanmar (23 Juli 1997) 
10.  Kamboja (30 April 1999)
Tujuan, Asas, dan Program ASEAN
Sebagai sebuah organisasi kerja sama antarnegara (dalam satu kawasan) ASEAN memiliki tujuan, asas, serta program. Uraian tentang tujuan, asas, serta program yang dimaksud adalah:
1.      Tujuan dari pembentukan ASEAN
Tujuan dari pembentukan ASEAN sebagaimana dalam Deklarasi Bangkok ada tujuh butir.
Tujuh butir yang dimaksud dapat digarisbawahi sebagai berikut:
·   mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, dan perkembangan kebudayaan melalui usaha bersama dan dengan semangat kebersamaan;
·      meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional;
·     meningkatkan kerja sama dalam masalah yang menyangkut kepentingan bersama bidang ekonomi, sosial, teknik, ilmu pengetahuan dan administrasi;
·    saling memberikan bantuan dalam bentuk sarana-sarana pelatihan dan penelitian bidang pendidikan, profesi, teknik, dan administrasi;
·   peningkatan pertanian, industri, dan memperluas bidang perdagangan untuk meningkatkan taraf hidup;
·     memajukan pengkajian mengenai Asia Tenggara; dan
·     memelihara kerja sama yang erat serta bermanfaat, baik terhadap organisasi internasional maupun regional lainnya.
2.      Asas ASEAN
Asas dari (pembentukan) ASEAN meliputi 6 hal, yakni:
·   saling menghormati kedaulatan kemerdekaan, persamaan derajat dan identitas nasional semua bangsa;
·     hak hidup bebas setiap negara, bangsa, tidak ada campur tangan pihak luar, subversi atau paksaan;
·      tidak mencampuri urusan dalam negeri negara lain;
·      penyelesaian sengketa dengan cara damai;
·      tidak melakukan ancaman atau kekerasan terhadap negara anggota lain; dan
·      mengadakan kerja sama yang efektif di antara negara anggota.
3.      Program ASEAN
Dalam rangka mewujudkan tujuan ASEAN, maka dilaksanakan beberapa program. Program-program tersebut antara lain terdiri atas:
·   KTT (Konferensi Tingkat Tinggi), yakni pertemuan para kepala pemerintahan negara-negara anggota ASEAN.
·      Sidang Tahunan para menteri luar negeri negara-negara anggota ASEAN.
·      Sidang Tahunan para menteri ekonomi dan non ekonomi negara-negara anggota ASEAN.
3. Bentuk Kerja Sama Negara-negara Asia Tenggara
Setelah pembentukan ASEAN, bagaimana wujud nyata dari pelaksanaan kerja sama negara-negara Asia Tenggara? Bentuk-bentuk kerja sama antara negara-negara Asia Tenggara tersebut antara lain:
a.    Bidang Ekonomi
Kerja sama di bidang ekonomi negara-negara kawasan Asia Tenggara meliputi perdagangan ekspor impor barang-barang mentah serta jadi, pengelolaan tanaman pangan dan hutan, pendirian pabrik bersama, juga pengiriman tenaga kerja, dan masih banyak lagi.
Tentang proyek industri bersama juga telah diselenggarakan, antara lain:
·      Pendirian pabrik pupuk Urea di Indonesia (di Provinsi NAD).
·      Pendirian pabrik pupuk Urea di Malaysia.
·      Pendirian pabrik tembaga di Filipina.
·   Pendirian pabrik diesel Marine di Singapura (dibatalkan, sebab menjadi proyek nasional Singapura sendiri).
·      Proyek abu soda di Thailand.
·      Proyek Vaksin di Singapura.
b. Bidang Politik dan Keamanan
Awalnya, kerja sama negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) adalah di bidang ekonomi. Akan tetapi karena tuntutan perkembangan situasi kawasan, akhirnya juga melibatkan kerja sama politik dan keamanan. 
Kerja sama bidang politik dan keamanan ASEAN dimulai sejak pertemuan para menteri luar negeri negara anggota ASEAN di Kuala Lumpur, tanggal 27 November 1971. Ketika itu perang Vietnam sedang berkecamuk sengit. Selain itu negara-negara adikuasa (Amerika, RRC, dan Uni Soviet) ikut bermain di balik pertikaian tersebut.
Dalam pertemuan di Kuala Lumpur itu ditandatangani Deklarasi  Kuala Lumpur. Deklarasi tersebut berisi kesepakatan untuk menjadikan Asia Tenggara sebagai kawasan yang damai, bebas, dan netral, atau biasa dikenal dengan ZOPFAN (Zone of Peace, Freedom, and Neutrality).
Kerja sama bidang politik dan keamanan ASEAN lebih ditegaskan lagi dalam KTT pertama di Bali tanggal 23-25 Februari 1976. Dalam KTT tersebut menghasilkan Declaration of ASEAN Concord yang salah satu isinya antara lain berupa penegasan tentang keterikatan para negara anggota ASEAN untuk membina perdamaian, di samping kemajuan dan kesejahteraan.
Contoh hasil kerja sama negara-negara Asia Tenggara antara lain di bidang politik dan keamanan antara lain meliputi:
·   Penyelenggaraan kerja sama untuk menjaga stabilitas keamanan kawasan wilayah Asia Tenggara.
·  Pelepasan tuntutan kepemilikan atas wilayah Sabah oleh Filipina kepada Malaysia (sebaliknya, Malaysia tidak boleh membantu para gerilyawan Moro).
·      Mengadakan perjanjian ekstradisi (penyerahan pelarian yang tertangkap kepada negara asal) antarnegara anggota ASEAN.
·    Penandatanganan kesepakatan tentang Asia Tenggara sebagai kawasan yang bebas senjata nuklir
c.  Bidang Sosial Budaya
Kerja sama negara-negara ASEAN di bidang sosial dan budaya dilaksanakan oleh COSD (Committee on Social Development). Kerja sama sosial budaya antarnegara Asia Tenggara di antaranya meliputi:
·      Program peningkatan kesehatan (makanan dan obat-obatan).
·      Pertukaran budaya dan seni, juga festival film ASEAN.
·  Penandatanganan kesepakatan bersama di bidang pariwisata ASEAN Tourism Agreement (ATA).
·      Penyelenggaraan pesta olahraga dua tahun sekali Sea-Games.

  • Isu actual di Asia Tenggara
Masalah Perbatasan
Tak dapat disangkal, salah satu persoalan yang dapat memicu persengketaan antar negara adalah masalah perbatasan. Indonesia juga menghadapi masalah ini, terutama mengenai garis perbatasan di wilayah perairan laut dengan negara-negara tetangga.
Bila dicermati, banyak negara-negara di Asia Pasific juga menghadapi masalah yang sama. Anggapan bahwa situasi regional sekitar Indonesia dalam tiga dekade ke depan tetap aman dan damai, mungkin ada benarnya, namun di balik itu sebenarnya bertaburan benih konflik, yang dapat berkembang menjadi persengketaan terbuka. Faktor-faktor yang dapat menyulut persengketaan antar negara dimaksud antara lain:
a.  Ketidaksepahaman mengenai garis perbatas-an antar negara yang banyak yang belum tersele-saikan melalui mekanisme perundingan (bilateral dan ).
b.   Peningkatan persenjataan dan eskalasi kekuatan militer baik oleh negara-negara yang ada di kawa-san ini, maupun dari luar kawasan.
c.  Eskalasi aksi terorisme lintas negara, dan gerakan separatis bersenjata yang dapat mengundang kesalahpahaman antar negara bertetangga.

Dengan melihat berbagai faktor di atas, beberapa pengamat politik menyimpulkan bahwa, selain kawa-san Asia Tengah, Asia Timur dan Asia Tenggara, memiliki potensi konflik yang cukup tinggi, dan hal itu tentu berdampak bagi Indonesia.
Potensi konflik antar negara di sekitar Indonesia (kawasan Asia Pasific) sesungguhnya sangat bervariasi. baik sifat, karakter maupun intensitasnya. Namun memperhatikan beberapa konflik terbatas dan berinsentitas rendah yang terjadi selama ini, terdapat beberapa hal yang dapat memicu terjadi-nya konflik terbuka berintensitas tinggi yang dapat berkembang menjadi konflik regional bahkan inter-nasional.
Faktor potensial yang dapat menyulut per-sengketaan terbuka itu antara lain:
a.   Implikasi dari internasionalisasi konflik internal di satu negara yang dapat menyeret  negara lain ikut dalam persengketaan.
b.  Pertarungan antar elite di suatu negara yang karena berbagai faktor merambat ke luar negeri.
c.  Meningkatnya persaingan antara negara-negara maju dalam membangun pengaruh di kawa-san ini. Konfliknya bisa berwujud persengketaan antar sesama negara maju, atau salah negara maju dengan salah satu negara yang ada di kawasan ini. Meski masih bersifat samar-samar, namun indikasinya dapat dilihat pada ketidaksukaan Jepang terhadap RRC dalam soal penggelaran militer di perairan Laut Cina Selatan yang dianggap menggangu kepentingan nasional Jepang. Sedangkan dalam konteks Indonesia, ASEAN, dan negara-negara maju, gejala serupa yang dilatarbelakangi oleh konflik kepentingan (conflict of interesf) juga tercermin pada penolakan Amerika Serikat terhadap usul Indonesia dan Malaysia mengenai pembentukan "Kawasan Bebas Nuklir Asia Tenggara" (South East Asia Nuclear Free Zone) beberapa tahun lampau.
d.  Eskalasi konflik laten atau konflik intensitas rendah (low intensity) antar negara yang berkem-bang melampaui ambang batas toleransi keamanan regional sehingga menyeret pihak ketiga terlibat didalamnya. Ini biasanya, bermula dan "dispute territorial" antar negara terutama mengenai garis batas perbatasan antar negara.
   
Sengketa Perbatasan
Hingga saat ini banyak negara menghadap persoalan perbatasan dengan tetangganya yang belum terselesaikan lewat perundingan. Bahkan kebiasaan menunda penyelesaian masalah justru menambah rumit persoalan. Beberapa persoalan perbatasan dan "dispute territorial" yang cukup mengusik harmonisasi antar negara maupun ke-amanan kawasan, antara lain;
a.    Sengketa Indonesia dan Malaysia mengenai garis perbatasan di perairan laut Sulawesi menyusul perubahan status kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan, dan garis perbatasan di pulau Kalimantan (salah satunya mengenai blok Ambalat);
b.   Perbedaan pendapat dan kepentingan antara Indonesia, Australia dan Timor Leste di perairan Celah Timor;
c.  Konflik historis antara Malaysia dan Filipina mengenai klaim Filipina atas wilayah Kesultanan Sabah Malaysia Timur;
d.  Konflik antara Malaysia dan Singapura tentang pemilikan Pulau Batu Putih (Pedra Branca) di Selat Johor;
e.       Ketegangan sosial politik laten Malaysia dan Thailand di wilayah perbatasan;
f.       Perbedaan pendapat antara Malaysia dan Brunei mengenai batas wilayah tak bertanda di daratan Sarawak Malaysia Timur serta batas wilayah perairan Zona Ekonomi Eksklusif;
g.    Perbedaan pendapat antara Malaysia dan Vietnam mengenai batas wilayah di perairan lepas pantai dari masing-masing negara;
h.      Konflik berlarut antara Myanmar dan Bangladesh di wilayah perbatasan;
i.        Ketegangan antara Myanmar dan Cina mengenai batas wilayah kedua negara;
j.        Sengketa Myanmar dan Thailand, mengenai perbatasan ke dua negara;
k.      Sengketa berlaRut antara Cina dengan India mengenai perbatasan kedua negara;
l.        Konflik antara Vietnam dan Kamboja di wilayah perbatasan kedua negara;
m. Sengketa antara Cina dan Vietnam tentang pemilikan wilayah perairan di sekitar Kepulauan Paracel;
n.    Konflik laten antara Cina di satu pihak dengan Indonesia, Malaysia, Brunei, Filipina, Vietnam di lain pihak sehubungan klaim cina atas seluruh perairan Laut Cina Selatan;
o.  Konflik intensitas rendah (Low intensity) antara Cina dengan Filipina, Vietnam dan Taiwan mengenai status pemilikan wilayah perairan Kepulauan Spratly;
p. Konflik antara Cina dengan Jepang mengenai pemilikan Kepulauan Senaku (Diaoyutai);Sengketa antara Cina dengan Korea Selatan mengenai pemilikan
q.      Liancourt Rocks (Take-shima atau Tak do) dibagian selatan laut Jepang;
r.        Konflik antara Cina dengan Korea Selatan mengenai batas wilayah perairan teritorial;
s.   Sengketa berlarut antara Rusia dengan Jepang mengenai status pemilikan Kepulauan Kuril Selatan;
t.     Sengketa antara Cina dengan Taiwan sehubungan rencana reunifikasi seluruh wilayah Cina oleh RRC;
u.     Sengketa India dan Pakistan mengenai status wilayah Kashmir.

Memperhatikan anatomi persengketaan di atas, maka tampak sebagian besar terjadi pada garis per-batasan di perairan laut.

Indonesia dan Kepentingan Internasional
Indonesia tentu patut mewaspadai perkembangan yang terjadi di sekitarnya terutama di ka-wasan Asia Pasific. Sebab konsekuensi letak geo-grafis Indonesia dipersilangan jalur lalulintas internasional, maka setiap pergolakan berapa pun kadar intensitas pasti berpengaruh terhadap Indonesia. Apalagi jalur suplai kebutuhan dasar terutama minyak beberapa negara melewati perairan Indonesia. Jalur pasokan minyak dari Timur Tengah dan Teluk Persia ke Jepang dan Amerika Serikat, misalnya, sekitar 70% pelayarannya melewati perairan Indonesia. Karenanya sangat wajar bila berbagai negara berkepentingan mengamankan jalur pasokan minyak ini, termasuk di perairan nusantara, seperti, Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Lombok, Selat Makasar, Selat Ombai Wetar, dan lain-lain.
Pasukan Beladiri Jepang secara berkala dan teratur mengadakan latihan operasi jarak jauh untuk mengamankan area yang mereka sebut sebagai "life line," yakni, radius sejauh 1000 mil laut hingga menjangkau perairan Asia Tenggara. Hal yang sama juga dilakukan Cina, Australia, India, termasuk mengantisipasi kemungkinan terjadi penutupan jalur-jalur vital tersebut oleh negara-negara di sekitarnya (termasuk Indonesia.)
Keberadaan Indonesia dipersilangan jalur pelayaran strategis, memang selain membawa keberuntungan juga mengandung ancaman. Sebab pasti dilirik banyak negara. Karena itu sangat beralasan bila beberapa negara memperhatikan dengan cermat setiap perkembangan yang terjadi di Indonesia. Australia misalnya, sangat kuatir bila Indonesia mengembangkan kekuatan angkatan laut, yang pada gilirannya dapat memperketat pengendalian efektif semua jalur pelayaran di perairan nusantara.
Patut diingat, penetapan sepihak selat Sunda dan selat Lombok sebagai perairan internasional oleh Indonesia secara bersama-sama ditolak oleh Ameri-ka Serikat, Australia, Canada, Jerman, Jepang, Ing-gris dan Selandia Baru. Tentu apabila dua selat ini menjadi perairan teritorial Indonesia, maka semua negara yang melintas di wilayah perairan ini harus tunduk kepada hukum nasional Indonesia, tanpa mengabaikan kepentingan internasional.
Hal yang patut dicermati adalah kenyataan bahwa wilayah Indonesia yang saat ini terbelit konflik sosial berkepanjangan (manifes maupun latent) umumnya adalah daerah yang berada dijalur pelayaran internasional, seperti, Bali, Lombok, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Riau, Aceh, Papua dan lain-lain. Kenyataan ini patut diwaspadai karena tak tertutup kemungkinan adanya pihak luar yang bermain di dalam konflik yang terjadi di beberapa daerah ini. Selain itu sebab jika Indonesia gagal mengatasinya, dan konflik yang terjadi berkembang menjadi ancaman bagi keselamatan pelayaran internasional, maka berdasarkan keten-tuan internasional, negara asing diperbolehkan menu-runkan satuan militernya di wilayah itu demi menjaga kepentingan dunia.
Dalam rangka pengamanan jalur-jalur strategis tersebut, sejumlah negara maju secara bersama-sama telah membentuk satuan reaksi cepat yang disebut "Stand By High Readness Brigade" (SHIRBRIG) berkekuatan 4000 personil yang selalu siap digerakkan ke suatu target sebagai "muscular peace keeping force."

Indonesia dan Asean
Selain terkait dengan kepentingan internasional (baca: negara-negara maju), Indonesia sebenarnya menghadapi beberapa persoalan latent dengan sesama negara anggota Asean. Penyebabnya selain karena perbedaan kepentingan masing negara yang tak dapat dipertemukan, juga karena berbagai sebab lain yang muncul sebagai akibat dinamika sosial politik dimasing-masing negara. Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Filipina, mungkin saja bisa bekerjasama dalam mengatasi persoalan aksi terorisme di kawa-san ini. Namun, sikap masing-masing negara tentu akan berbeda dalam soal tenaga kerja illegal, illegal loging, pelanggaran batas wilayah dalam penangkapan ikan, dan sebagainya.
Hal yang sama juga bisa terjadi dengan Singa-pura dalam soal pemberantasan korupsi, penyelundupan dan pencucian uang. Sedangkan dengan Ti-mor Leste masalah pelanggaran hak asasi manusia dimasa lampau dan lalulintas perbatasan kerap masih jadi ganjalan bagi harmonisasi hubungan kedua negara.
Mengenai pengendalian pelayaran di kawasan Asia Tenggara, hingga kini Singapura tetap keras menolak usulan Indonesia untuk mengalihkan seba-gian lalu lintas pelayaran kapal berukuran besar dari Selat Malaka ke Selat Lombok/Selat Makasar. Padahal jalur pelayaran di selat ini tidak hanya diper-gunakan untuk armada niaga tetapi juga bagi kapal perang. Dan Indonesia tentu ikut terganggu bila ka-pal-kapal perang dari dua negara yang sedang bertikai berpapasan di perairan Indonesia.
Dalam satu dekade terakhir tampak adanya upaya beberapa negara Asean telah melipatgandakan kekuatan militernya. Terutama Angkatan Laut dan Angkatan Udara.
Dari beberapa data tampak bahwa dalam aspek persenjataan, Thailand menunjukkan peningkatan yang signifikan diantara negara-negara di Asia Teng-gara. Untuk memperkuat angkatan laut, misalnya negara gajah putih ini telah memiliki kapal perang canggih, dan siap beroperasi hingga sejauh di atas 200-300 mil demi mengamankan kepentingan negaranya. Tentu, termasuk menjaga keselamatan nelayan Thailand yang banyak beroperasi di perairan teritorial Indonesia.
Malaysia juga tak ketinggalan menambah armada perangnya. Angkatan Tentara Laut Diraja Malaysia, setidaknya dengan memiliki beberapa freegat dan korvet baru. Dengan penambahan kekuatan, kedua negara tersebut sangat berpeluang jadi mitra negara-negara maju demi mengimbangi Indonesia dalam soal pengamanan kawasan Asia Tenggara.
Dengan berbagai perkembangan itu, maka tantangan Indonesia dalam aspek pertahanan dan keamanan negara jadi berat. Indonesia selain dituntut mampu mempertahankan keamanan dalam negerinya, juga mesti dapat memainkan peran yang berarti demi terpeliharanya keamanan regional di Kawasan Asia Pasific. Padahal disisi lain, kekuatan elemen pertahanan dan keamanan Indonesia tidak dalam kondisi prima. Baik dari aspek kemampuan sumber daya manusianya maupun dari segi kesiapan materil dan dukungan finansial. Inilah kondisi dilematis yang dihadapi Indonesia dewasa ini yang patut segera dicari jalan keluarnya.

  • Terorisme

a.       Gelombang Terorisme Internasional

Sesungguhnya sulit merumuskan defenisi terorisme secara pas, sebab didalamnya menyangkut berbagai aspek keilmuan, dari sosiologi, kriminologi, politik, hukum, psikologi, dan ilmu-ilmu lainnya. Zuhairi Misrowi (2002) mengemukakan bahwa Terorisme sebagai sebuah paham yang tumbuh dan berkembang di dunia, baik dulu maupun yang mutakhir.
Terorisme selalu identik dengan teror, kekerasan, ekstrimitas dan intimidasi. Para pelakunya biasa disebut sebagai teroris. Karena itu, terorisme sebagai paham yang identik dengan teror seringkali menimbulkan konsekuensi negatif bagi kemanusiaan. Terorisme kerap menjatuhkan korban kemanusiaan dalam jumlah yang tak terhitung.
Konvensi PBB 1937 mendefenisikan Terorisme sebagai segala bentuk tindak kejahatan yang ditujukan langsung kepada negara dengan maksud menciptakan bentuk teror terhadap orang-orang tertentu atau kelompok orang atau masyarakat luas. David C Rapoport (1989), pendiri jurnal ilmiah Terorism and Political Violance, dalam The Morality of Terorism membagi terror dalam tiga kategori, yakni (1) Religious terror, (2) State terror, dan (3) Rebel terror. Religious Terror masuk kategori teror suci dan dua jenis teror berikutnya masuk kategori teror sekuler.
David C Rapoport mendefenisikan teror sekuler sebagai aksi teror yang dimotivasi oleh tujuan-tujuan politik dan kekuasaan. Teror sekuler akan mengundang simpati selama tujuannya memiiliki semangat kerakyatan. Namun dalam sejarahnya, teror sekuler tidak menumbuhkan antusiasme yang tinggi seperti teror suci. Sebab, teror sekuler lebih banyak berkisar pada upaya merebut kekuasaan sehingga kepentingan yang terlihat bersifat elitis. Sedangkan teror suci dimotivasi oleh nilai-nilai keagamaan yang luhur.
Baik teror suci maupun teror sekuler dilihat dari pelakunya bisa dikategorikan dalam tiga kelompok terorism yakni personal terorism, collective terorism, dan state terorism. Penggunaan terma teror suci hanya dalam tataran akademik, dalam dunia keagamaan masing-masing memiliki terma sendiri, seperti Jihad (Islam), crusade war (Kristen), dan sebagainya.
Jika merujuk defenisi dan kategori pelaku terorisme khususnya yang disampaikan oleh David C Rapoport dan mengamati sejarah masa lalu, maka terorisme sesungguhnya ada dihampir setiap periode sejarah manusia sejak masa Nabi Adam hingga kini dan mungkin masih akan terus ada hingga masa mendatang. Namun jika kita melihatnya dari segi jumlah korban jiwa dan pengaruhnya pada dunia maka terorisme bisa dicatat dalam penggalan-penggalan abad, sejak abad ke 5 masehi hingga kini.
Periode pertama dimulai dimana di abad ke 5 ini dunia mencatat serangan terorisme terhebat yang mampu meruntuhkan kekaisaran Romawi Barat pada 476 Masehi. Teroris yang meruntuhkan kekaisaran Romawi Barat ini berasal dari suku Jerman bernama Odoacer. Setelah itu periode ”perang salib” memasuki periode dimana agama pada tingkat elit politik dijadikan sebagai spirit bagi lahirnya state terrorism. Penggalan sejarah terorisme lainya yang memiliki pengaruh besar dunia (kategori collective terrorism dan state terrorism) yakni terjadi pada abad ke 18 M.
Puluhan tahun setelah Revolusi Industri di Inggris tahun 1763 M , di Perancis meletus peristiwa Revolusi pada 1789 M. Usai Revolusi, kemudian terjadi state terrorism yang mengerikan yang dilancarkan oleh Maxmilian Robespierre dengan melakukan kegiatan penangkapan dan pembunuhan terhadap siapapun yang dianggap anti-revolusi. Ribuan jiwa disinyalir berguguran pada masa itu. Sebelum kemudian Napoleon Bonaparte mengambil alih kekuasaan dan kembali menyatukan Perancis dalam bingkai negara kekaisaran modern.
Dalam penggalan sejarah usai Revolusi Industri di Inggris sesungguhnya dunia dilanda terrorisme global yakni terjadinya penjajahan dari negara-negara Eropa yang menyebar keseluruh penjuru dunia atas nama kepentingan industri dan modernisasi. Pada periode ini ratusan bahkan jutaan nyawa manusia berguguran akibat state terorisme yang dilakukan kaum kolonial ini.
Periode Terorisme kemudian terjadi pada awal abad 20 yakni dari Personal Terrorism yang dilakukan Gavrilo Principe (anggota teroris Serbia) yang menembak mati Archduke Franz Ferdinad pewaris tahta kerajaan Austria-Hongaria pada 28 Juni 1914. Peristiwa ini yang kemudian mendorong terjadinya Perang Dunia I selain faktor idiologi Cahuvinisme dan militerisme yang berkembang pesat saat itu.
Dalam konteks ini Perang Dunia I adalah state terrorism modern yang dilakukan berbasiskan idiologi. Pada dekade ini aksi terorisme sebenarnya diidentikkan sebagai bagian dari gerakan sayap kiri yang berbasiskan idiologi, khususnya komunisme. Disinilah colective terrorism yang berbasis idiologi menemukan bentuknya yang paling radikal, sebab menjelang usai Perang Dunia I, terjadi peristiwa besar di Rusia, yakni peritiwa apa yang disebut Revolusi Bolsevic pada 1917.
Fenomena terorisme berbasis idiologi ini terus berkembang hingga masa Perang Dunia II (Fascisme, Naziisme dan Militerisme) dan sesudahnya dalam bentuk idiologi yang terus berkembang, khususnya munculnya aksi-aksi terorisme yang dimotori Zionisme Israel sejak 1936. Hingga saat kemunculan Zionisme di Timur Tengah, ideologi ini tidak mendatangkan apapun selain pertikaian dan penderitaan.
Dalam masa di antara dua perang dunia, berbagai kelompok teroris Zionis melakukan serangan berdarah terhadap masyarakat Arab dan Inggris. Di tahun 1948, menyusul didirikannya negara Israel, strategi perluasan wilayah Zionisme telah menyeret keseluruhan Timur Tengah ke dalam kekacauan. Berdirinya negara Zionis Israel di tanah Palestina itu tentu saja dengan tumbal darah dan tangis bangsa Palestina yang terusir dari tanah airnya. Pertumpahan darah di Palestina ini merupakan konflik berdarah terpanjang didunia hingga saat ini. Dalam konteks terorisme, diwilayah Palestina inilah Terorisme Zionisme menunjukkan kekejamannya hingga saat ini yang kemudian melahirkan tindakan balasan dalam bentuk terorisme pula.
Perkembangan Terorisme di abad 21 bergerak makin misterius meski indikasi-indikasi idiologis bisa dicermati secara konspiratif dengan kepentingan-kepentingan ekonomi global. Dipicu oleh tragedi WTC 11 september 2001, perkembangan terorisme abad 21 ini mewujud dalam bentuknya yang beragam, dari personal terrorism, collective terrorism, hingga state terrorism.
Fenomena tragedi WTC, Invasi AS ke Afganistan dan Iraq, serta bom bunuh diri di Bali-Indonesia. Jika dilihat dari latar belakangnya juga beragam , dari latar belakang idiologis, ekonomis agama, hingga politis yang terangkum dalam satu kata kunci “ketidakadilan global”. Ketidakadilan global nampaknya menjadi pemicu utama munculnya terorisme baru di awal abad 21 ini. Isu terorisme semakin populer ketika gedung World Trade Centre (WTC) New York yang merupakan simbol kapitalisme dan liberalisme dunia runtuh pada 11 September 2001.
Peristiwa yang memalukan bagi bangsa Amerika tersebut mendorong mereka untuk menyatakan perang terhadap terorisme. Amerika meyakini bahwa Al-Qaeda berada dibalik serangan tersebut. Perang terhadap Al-Qaeda dan jaringannya ini menyedot perhatian dunia yang amat luar biasa hingga melibatkan ratusan negara dalam misi pengejaran kelompok teroris tak terkecuali negara-negara di Asia Tenggara.
Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa gerakan terorisme tidaklah vakum. David C Rapoport menjelaskannya dalam empat gelombang teori dari terorisme internasional modern yaitu anarkhis, nasionalis, sayap kiri, dan yang terakhir gelombang agama. Kebanyakan kelompok-kelompok teroris akan menghilang secara bertahap, tetapi ada juga sebagian yang bertahan lama.

b.      Isu Jamaah Islamiah dan Jihad di Asia Tenggara

Penumpasan DI TII di Indonesia tidak dilakukan secara tuntas. Akibatnya ideologi-ideologi yang menginginkan adanya suatu Negara Islam Indonesia terus berlanjut menjadi paham islam radikal hingga saat ini yang menjadi cikal bakal terorisme di Indonesia. Hijrahnya Abdullah Sungkar dari NII mendirikan organisasi yang dinamakan Jamaah Islamiyah (JI) dan berkembang sampai Asia Tenggara.
Beberapa artikel menyebutkan bahwa pada tahun 1985 Abdullah Sungkar bersama Abu Bakar Bakar Ba’syir disarankan oleh Osama Bin Landen, dalam pertemuan ketika hangatnya perlawanan afganistan terhadap Uni Soviet, untuk membentuk dan mengembangakan organisasi jamaah islamiyah di Asia Tengara.
Akhirnya Asia Tenggara menjadi basis perkembangan organisasi jamaah islamiyah atau islam radikal. Hal tersebut dikarenakan jumlah penduduk islam di Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang mempunyai jumlah muslim terbesar didunia, diataranya seperti di Indonesia dan Malaysia, serta komunitas kecil yang tersebar di Filipina, Thailand, dan lain lain.
Scott B McDonald dan Jonathan Lemco ( 2002) mengemukakan dua presfektif perkembangan islam radikal atau jaringan jamaah isalmiyah di asia Tengara. Pertama, Kekuatan Islam adalah kekuatan destruktif yang potensial menunjuk pada beragam Islam radikal, baik yang berhubungan dengan al-qaeda maupun tidak, yang tealah berkembang di Indonesia, Filipina, Singapura, Malaysia, dan kelompok Abu sayyaf merupakan bentuk nyata bahaya yang menangancam keamanaan negara Asia Tenggara dan juga negara Amerika Serikat. Hal tersebut berkembang menurut Scott B McDonald dan Jonathan Lemco karena kurang tugas dan efektifnya, sehingga kelompok islam radikal dapat “ mendestabilisasi” wilayah asia tenggara, dalam mengembangkan organisasi jamaah islamiyah.
Kedua, Presfektif yang berlawanan dengan yang pertama yaitu pandangan bahwa sebagian besar muslim di Asia Tenggara tidak akan mendukung Islam radikal. Namun mereka berkembang karena jiwa tertekan, keputusasaan, mereka anggap telah menyudutkan islam, sehingga semakin kuatnya jamaah islamiyah di Asia tenggara, sebagai bentuk perlawanan terhadap negara Amerika khususnya dan negara-negara barat lainnya yang memusuhi islam.
Serangan Amerika Serikat ke Afganistan yang telah menewaskan sejumlah orang tak berdosa telah menggerakan mereka untuk mengangkat senjata sebagai kelompok militan atau laskar jihad untuk menebar aksi teror terhadap fasilitas Amerika dan sekutunya di seluruh dunia termasuk yang berada di Asia tenggara dan di Indonesia.

c.       Internet Sebagai Sarana

Internet adalah sarana komunikasi berbasis komputer yang menawarkan realitas baru berbentuk virtula, namun seolah-olah kita merasakan hal yang nyata (Pertus Golose : 2006). Internet lahir sebagai bentuk perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang yang mempunyai dua fungsi kontrovesial, yaitu fungsi positif sebagai khasanah ilmu pengetahuaan berupa informasi, berita aktual, dan layanan transaksi perbankan dan sejumlah bisnis lainnya. Sedangkan fungsi negatif ketika internet tersebut menjadi pengayaan ilmu pengetahuan jatuh terhadap orang yang salah, artinya pengetahuan teknologi tersebut digunakan sebagai bentuk lain dari kejahatan , seperti dalam pembobolan ATM, Penyebaran Virus, termasuk penggunaan website atau situs untuk menyebarkan faham, ideologi, rencana penyerangan terorisme.
Kelompok teroris memanfaatkan internet ini dalam usaha penyerangan dan penanaman paham ideologinya dan mendukung sederetan aksi terornya dan memanfaatkan internet sebagai media koordinasi dan komunikasi.
Pertumbuhan penggunaan internet oleh kelompok ekstrimis Asia Tenggara terus meningkat. Laporan dari Australian Strategic Policy Institute dan S Rajaratnam School of International Studies menjelaskan bahwa Saat ini kelompok-kelompok yang sering dituding Barat sebagai teroris ini gencar menggunakan internet, khususnya situs jejaring sosial untuk merekrut anggota baru.
Pertumbuhan tersebut seiring dengan meledaknya internet di Asia Tenggara sejak tahun 2000 (Berita Okezone, Sabtu 7 Maret 2009). Kedua lembaga tersebut lebih lanjut menjelaskan bahwa internet semakin berkembang digunakan oleh kelompok teroris sebagai alat penting untuk merekrut anggota guna melakukan berbagai aksi kekerasan. Jumlah situs-situs yang dituding milik kelompok radikal, baik dalam bahasa Indonesia dan bahasa Melayu meningkat drastis. Pada tahun 2007, situs yang dituduh berbau radikal hanya 15 situs, namun pada tahun 2008 meningkat menjadi 117 situs. Situs-situs tersebut digunakan untuk melakukan propaganda melalui video, gambar, atau pernyataan-pernyataan lewat internet.
Internet juga digunakan sebagai sarana komunikasi oleh kelompok-kelompok teroris. Selain dinilai aman mereka juga tidak mau mengambil resiko tertangkap karena menggunakan surat dan pengiriman melalui pos atau jasa pengiriman yang ada. Menyikapi keadaan ini seharusnya negara-negara di Asia Tenggara bersatu untuk memerangi gerakan radikalisasi melalui internet ini. Sayangnya di sejumlah negara Asia Pasifik belum terdapat peraturan yang spesifik yang dapat menyentuh dunia maya.

d.      Kerjasama antarnegara dan antardepartemen

Terorisme merupakan ancaman keamanan yang nyata. Masyarakat sangat dirugikan oleh kejahatan terorisme yang terjadi. Masih teringat rentetan kejahatan terorisme berupa peledakan bom yang terjadi di Indonesia yang sangat merugikan negara mulai dari sektor ekonomi, pariwisata, dan yang paling signifikan adalah meneror rasa keamanan masyarakat.
Terorisme yang merupakan kategori kejahatan transnasional dalam perkembangannya bukan lagi merupakan ancaman satu negara saja. Globalisasi yang merupakan sebuah gerakan sosial yang tumbuh karena meningkatnya interkonektifitas antar manusia di seluruh permukaan bumi mengakibatkan semakin memudarnya batas-batas negara. Perkembangan telekomunikasi, khususnya internet, migrasi penduduk dan terutama globalisasi menjadi pendorong perkembangan transnasionalisme ini.
Penanganan atas terorisme ini harus betul-betul dilaksanakan secara serius. Struktur dan karakteristik nya yang biasanya terorganisir sehingga sulit untuk dibongkar dengan pendekatan penyelidikan hukum semata tentunya tidak dapat hanya dilakukan sendiri oleh aparat penegak hukum (kepolisian) sendiri. Dibutuhkan kerjasama seluruh komponen baik dalam dan luar negeri dalam penanganan kejahatan terorisme ini.
Karakteristiknya yang cenderung melibatkan jaringan-jaringan di beberapa negara mengakibatkan perlunya kerjasama regional dan internasional dengan negara lain di lingkungan Asia Tenggara dalam hal pertukaran data dan informasi. Di dalam negeri sendiri dibutuhkan koordinasi dan kerjasama internal antardepartemen antar penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan, imigrasi, bea cukai, departemen keuangan, departemen agama, dan instansi lain yang terkait dalam menangani kejahatan terorisme ini di mana masing-masing pihak harus meninggalkan “ego departemen”.
Dalam konteks dalam negeri menghadapi ancaman terorisme yang terjadi di Indonesia, selain melakukan fungsi kepolisian repsesif, diperlukan pendekatan preemtif dan preventif. Dengan menggunakan ilmu pengetahuan yang menawarkan berbagai solusi pemecahan dengan melalui penelitaan dan riset, maupun pendekatan kepada tersangka atau pelaku teroris dengan basis ilmu pengetahuan seperti : psikologi, kriminologi, sosiologi, agama dan teknologi kepolisian.
Salah satu contoh adalah pendekatan psikologi yang dilakukan Indonesia terhadap pelaku atau seorang mantan terorisme yang sudah tidak aktif, sehingga mampu mengungkap jaringan terorisme. Pendekatan tersebut dilakukan bisa melaui pendekatan keluarga, agama, dan reward bagi yang telah bekerja sama dalam rangka mendapatkan informasi yang mendalam tentang sepak terjang dan modus operandi teroris, serta faham-faham yang ditanamkan pada anggota baru, sehinga organisasi ini mampu beproduksi, atau menurut pepatah : patah satu hilang berganti (Petrus Golose : 2009).
Menanggapi faham radikalisme, maka perlu diadakan pemulihan kepada para pelaku atau seeorang yang sudah terjangkit faham tersebut. Beberapa ahli berpendapat untuk mengadakan lembaga konseling untuk merehabilitasi para pelaku teroris. Petrus Golose (2009) menyatakan bahwa pemulihan yang dilakukan bukan pada tataran rehabilitasi, melainkan deradikalisasi, karena mereka bukan pencandu narkoba yang dalam ketergantungan tinggi, namun keyakinan mereka yang harus dipulihkan.


  • Trafcking

Trafficking manusia dari daratan Asia Tenggara pada periode modern dimulai sejak 1960-an berkaitan dengan kehadiran tentara Amerika Serikat di Indocina. Setelah tentara Amerika Serikat keluar dari Indocina pada 1975, banyak perempuan yang tetap berada pada perdagangan seks in Thailand; yang lainnya mulai bekerja di luar negeri, khususnya Jerman, Skandinavia, Hong Kong, dan Jepang. Agen-agen memfasilitasi migrasi dan lapangan pekerjaan perempuan tersebut melalui “jaringan antarbangsa trafficking manusia.” Masalah kuncinya adalah ketidakmampuan perempuan migran mengantisipasi dan mengendalikan kondisi tenaga mereka.
Bukti riset mutakhir mengenai trafficking manusia dan migrasi tidak teratur di Asia Tenggara menggambarkan beberapa “pergeseran.” Pergeseran ini bisa dilihat perekrut, penyedia jasa transpor, proses traffikcking, dan jenis eksploitasi di tempat tujuan.
Perekrutan: Jika perekrutnya cukup dikenal – seperti saudara dan teman dekat –tidak akan berakhir dengan trafficking manusia. Penggunaan kekuatan, penculikan, pengambilan paksa, dan paksaan sudah sangat berkurang. Dalam banyak kasus, pihak yang hendak melakukan trafficking mendekati perekrut untuk mencari keterangan mengenai migrasi. Pemakaian keterangan palsu mengenai pekerjaan dan kondisi kerja menjadi lebih sering diidentifikasi.
Trafficking: penyedia jasa transportasi adalah fasilitator bagi migran pelintas-batas yang ingin menghindari aturan imigrasi yang ketat dan rumit. Penyelundupan manusia merupakan terminologi yang tepat karena migran secara sukarela menyediakan diri. Tampaknya cara transportasi tidak begitu penting ketimbang melintasbatas or memotong kontrol imigrasi. Jaringan trafficking memiliki koordinasi secara horisontal di sepanjang perbatasan dalam operasi mereka. Pemakaian dokumen palsu sering ditemukan. Tujuan populer trafficking adalah lokasi-lokasi yang kontrol imigrasinya lemah dan ada banyak migran yang pergi ke sana.
Eksploitasi: selain eksploitasi seksual, perbudakan atau tpembayaran utang, orang yang di-trafficking menghadapi masalah berupa kurungan, pengambilan paksa dokumen, penangkapan dan pemerasan, lembur paksa, dan kondisi kehidupan yang berat, miskin, sesak, tak aman dan kasar. Perbudakan dan penghilangan organ manusia tidak ditemukan. Trafficking atas gadis, perempuan muda yang siap menikah, termasuk juga kegiatan yang terjadi di dalam rumah seperti trafficking atas bayi dan anak kecil juga dapat diidentifikasi. Juga sangat penting untuk dicatat bahwa jumlah perempuan yang sukarela dan mengetahui akibat bermigran untuk perdagangan seks meningkat dan biasanya mereka menjadi korban kembali. Korban yang bisa diidentifikasi biasanya tak mau dibantu dan dikirim pulang ke negeri asal.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Asal Mula Pulau-Pulau di Tobelo

Hasil Kebudayaan Megalitikum dan Budaya Megalitik

MENGEMBANGKAN SIKAP TOLERANSI BERAGAMA DI SUMATERA SELATAN