Hasil Kebudayaan Megalitikum dan Budaya Megalitik
Diskusi Mingguan
Jum'at, 11 September 2015
Kebudayaan Megalitikum bukanlah
suatu zaman yang berkembang tersendiri, melainkan suatu hasil budaya yang
timbul pada zaman Neolitikum dan berkembang pesat pada zaman logam. Setiap
bangunan yang diciptakan oleh masyarakat tentu memiliki fungsi.
A. Contoh hasil kebudayaan zaman megalitikum
1. Menhir
Menhir adalah batu tunggal (monolith) yang berasal
dari periode Neolitikum (6000/4000 SM-2000 SM) yang berdiri tegak di atas
tanah. Istilah menhir diambil dari bahasa Keltik dari kata men (batu) dan hir
(panjang). Menhir biasanya didirikan secara tunggal atau berkelompok sejajar di
atas tanah. Diperkirakan benda prasejarah ini didirikan oleh manusia prasejarah
untuk melambangkan phallus, yakni simbol kesuburan untuk bumi. Menhir adalah
batu yang serupa dengan dolmen dan cromlech, merupakan batuan dari periode
Neolitikum yang umum ditemukan di Perancis, Inggris, Irlandia, Spanyol dan
Italia. Batu-batu ini dinamakan juga megalith (batu besar) dikarenakan ukurannya.
Mega dalam bahasa Yunani artinya besar dan lith berarti batu. Para arkeolog
mempercayai bahwa situs ini digunakan untuk tujuan religius dan memiliki makna
simbolis sebagai sarana penyembahan arwah nenek moyang.
2. Dolmen
Dolmen adalah meja batu tempat meletakkan sesaji yang
dipersembahkan kepada roh nenek moyang. Di bawah dolmen biasanya sering
ditemukan kubur batu. Dolmen yang merupakan tempat pemujaan misalnya ditemukan
di Telagamukmin, Sumberjaya, Lampung Barat. Dolmen yang mempunyai panjang 325
cm, lebar 145 cm, tinggi 115 cm ini disangga oleh beberapa batu besar dan
kecil. Hasil penggalian tidak menunjukkan adanya sisa-sisa penguburan.
Benda-benda yang ditemukan di antaranya adalah manik-manik dan gerabah.
3. Sarkofagus
Sarkofagus atau keranda yang terbuat dari batu.
Bentuknya menyerupai lesung dari batu utuh yang diberi tutup. Daerah tempat
ditemukannya sarkofagus adalah Bali. Menurut masyarakat Bali Sarkofagus
memiliki kekuatan magis/gaib. Berdasarkan pendapat para ahli bahwa sarkofagus
dikenal masyarakat Bali sejak zaman logam.
Fungsinya sebagai tempat menyimpan mayat yang disertai bekal kuburnya. Menurut Von Heine Geldern, kubur batu termasuk kebudayaan megalitikum gelombang kedua atau disebut juga Megalit Muda yang menyebar ke Indonesia pada zaman perunggu (1.000-100 SM) dibawa oleh pendukung Kebudayaan Dongson (Deutro Melayu). Contoh bangunan megalit gelombang ini adalah peti kubur batu, dolmen, waruga sarkofagus, dan arca-arca dinamis.
Fungsinya sebagai tempat menyimpan mayat yang disertai bekal kuburnya. Menurut Von Heine Geldern, kubur batu termasuk kebudayaan megalitikum gelombang kedua atau disebut juga Megalit Muda yang menyebar ke Indonesia pada zaman perunggu (1.000-100 SM) dibawa oleh pendukung Kebudayaan Dongson (Deutro Melayu). Contoh bangunan megalit gelombang ini adalah peti kubur batu, dolmen, waruga sarkofagus, dan arca-arca dinamis.
Peti kubur adalah peti mayat yang terbuat dari
batu-batu besar. Kubur batu dibuat dari lempengan atau papan batu yang disusun
persegi empat berbentuk peti mayat yang dilengkapi dengan alas dan bidang
atasnya juga berasal dari papan batu.
Selain Pagaralam dan Lahat, daerah penemuan peti kubur
adalah Cepari Kuningan, Cirebon (Jawa Barat), Wonosari (Yogyakarta), dan Cepu
(Jawa Timur). Di dalam kubur batu tersebut juga ditemukan rangka manusia yang
sudah rusak, alat-alat perunggu dan besi, serta manik-manik. Dari penjelasan
tentang peti kubur, tentu dapat ketahui persamaan antara peti kubur dan
sarkofagus, yang keduanya merupakan tempat menyimpan mayat disertai bekal
kuburnya.
Selama ini, Pagaralam memang telah dikenal dengan
peninggalan zaman megalitikum. Hal ini terbukti dengan penemuan arca-arca yang
tersebar di Kabupaten Lahat dan Kota Pagaralam, seperti Karangindah, Tinggiari
Gumai, Tanjungsirih, Padang Gumay, Pagaralam, Tebatsementur (Tanjungtebat),
Tanjung Menang-Tengahpadang, Tanjungtebat, Pematang, Ayik Dingin,
Tanjungberingin, Geramat Mulak Ulu, Tebingtinggi-Lubukbuntak, Nanding,
Batugajah (Kutaghaye Lame), Pulaupanggung (Sekendal), Gunungmigang, Tegurwangi,
dan Airpur.
Penemuan yang paling menarik adalah megalitik yang
dinamakan Batugajah, yakni sebongkah batu berbentuk telur, berukuran panjang
2,17 m, dan dipahat pada seluruh permukaannya. Bentuk batunya yang asli hampir
tidak diubah, sedangkan pemahatan obyek yang dimaksud disesuaikan dengan bentuk
batunya. Namun, plastisitas pahatannya tampak indah sekali.
Batu dipahat dalam wujud seekor gajah yang sedang
melahirkan seekor binatang antara gajah dan babi-rusa, sedangkan pada kedua
belah sisinya dipahatkan dua orang laki-laki. Laki-laki sisi kiri gajah
berjongkok sambil memegang telinga gajah, kepalanya dipalingkan ke belakang dan
bertopi. Perhiasan berbentuk kalung besar yang melingkar pada lehernya. Begitu
pula pada betis, di sana tampak tujuh gelang. Pada ikat pinggang yang lebar
tampak pedang berhulu panjang, sedangkan sebuah nekara tergantung pada bahunya.
Pada sisi lain (sisi kakan gajah) dipahatkan seorang laki-laki juga, hanya
tidak memakai pedang. Pada pergelangan tangan kanan laki-laki ini terdapat
gelang yang tebal. Adapun pada betis tampak 10 gelang kaki.
Temuan batu gajah dapat membatu usaha penentuan umur
secara relatif dengan gambar nekara itu sebagai petunjuk yang kuat, selain
petunjuk-petunjuk lain seperti pedang yang mirip dengan belati Dong Son
(Kherti, 1953 : 30), serta benda-benda hasil penggalian yang berupa perunggu
(besemah, gangse) dan manik-manik. Dari petunjuk-petunjuk di atas, para ahli
berkesimpulan bahwa budaya megalitik di Sumatera Selatan, khususnya di
Kabupaten Lahat dan Kota Pagaralam, berlangsung pada masa perundagian. Pada
masa ini, teknik pembuatan benda logam mulai berkembang.
Sebuah nekara juga dipahatkan pada arca dari Airpuar.
Arca ini melukiskan dua orang prajurit yang berhadap-hadapan, seorang memegang
tali yang diikatkan pada hidung kerbau, dan orang yang satunya memegang
tanduknya. Kepala serigala (anjing) tampak di bawah nekara perunggu tersebut.
4. Kubur Batu
Kubur Batu/Peti Mati yang terbuat dari batu besar yang
masing-masing papan batunya lepas satu sama lain. fungsi dari kubur batu adalah
sebagai tempat menyimpan mayat yang disertai bekal kuburnya.
5. Punden Berundak
Punden berundak merupakan contoh struktur tertua
buatan manusia yang tersisa di Indonesia, beberapa dari struktur tersebut
beranggal lebih dari 2000 tahun yang lalu. Punden berundak bukan merupakan
“bangunan” tetapi merupakan pengubahan bentang-lahan atau undak-undakan yang
memotong lereng bukit, seperti tangga raksasa. Bahan utamanya tanah, bahan
pembantunya batu;menghadap ke anak tangga tegak, lorong melapisi jalan setapak,
tangga, dan monolit tegak.
fungsi dari punden berundak itu sendiri adalah sebagai tempat pemujaan terhadap roh nenek moyang yang telah meninggal.
fungsi dari punden berundak itu sendiri adalah sebagai tempat pemujaan terhadap roh nenek moyang yang telah meninggal.
6. Arca Batu
Arca/patung-patung dari batu yang berbentuk binatang
atau manusia. Bentuk binatang yang digambarkan adalah gajah, kerbau, harimau
dan moyet. Sedangkan bentuk arca manusia yang ditemukan bersifat dinamis.
Maksudnya, wujudnya manusia dengan penampilan yang dinamis seperti arca batu
gajah. Arca batu gajah adalah patung besar dengan gambaran seseorang yang
sedang menunggang binatang yang diburu. Arca tersebut ditemukan di daerah
Pasemah (Sumatera Selatan). Daerah-daerah lain sebagai tempat penemuan arca
batu antara lain Lampung, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
7. Waruga
Waruga adalah kubur atau makam leluhur orang Minahasa
yang terbuat dari batu dan terdiri dari dua bagian. Bagian atas berbentuk
segitiga seperti bubungan rumah dan bagian bawah berbentuk kotak yang bagian
tengahnya ada ruang.
B. Budaya Megalitik di Indonesia
Di Indonesia, beberapa etnik masih memiliki
unsur-unsur megalitik yang dipertahankan hingga sekarang.
1. Pasemah
Pasemah merupakan wilayah dari Propinsi Sumatera
Selatan, berada di kaki Gunung Dempo. Tinggalan-tinggalan megalitik di wilayah
ini tersebar sebanyak 19 situs, berdasarkan penelitian yang di lakukan oleh
Budi Wiyana (1996), dari Balai Arkeologi Palembang. Tinggalan megalitik Pasemah
muncul dalam bentuk yang begitu unik, patung-patung dipahat dengan begitu
dinamis dan monumental, yang mencirikan kebebasan sang seniman dalam memahat
sehingga tinggalan [megalitik pasemah], disebut oleh ahli arkeologi sebagai
Budaya Megalitik Pasemah.
2. Nias
Rangkaian kegiatan mendirikan batu besar (dolmen)
untuk memperingati kematian seorang penting di Nias (awal abad ke-20). Foto
koleksi Tropenmuseum, Amsterdam. Etnik Nias masih menerapkan beberapa elemen
megalitik dalam kehidupannya. Lompat batu dan kubur batu masih memperlihatkan
elemen-elemen megalitik. Demikian pula ditemukan batu besar sebagai tempat
untuk memecahkan perselisihan.
3. Sumba
Etnik Sumba di Nusa Tenggara Timur juga masih kental
menerapkan beberapa elemen megalitik dalam kegiatan sehari-hari. Kubur batu
masih ditemukan di sejumlah perkampungan. Meja batu juga dipakai sebagai tempat
pertemuan adat.
Komentar
Posting Komentar