Kerajaan Melayu
- Awal dari Kerajaan Melayu
Kerajaan
Melayu
atau dalam bahasa Tionghoa ditulis Ma-La-Yu merupakan sebuah nama kerajaan yang
berada di Pulau Sumatera. Dari bukti dan keterangan yang
disimpulkan dari prasasti dan berita dari Cina, keberadaan kerajaan yang
mengalami naik turun ini dapat di diketahui dimulai pada abad ke-7 yang
berpusat di Minanga, pada abad ke-13 yang berpusat di Dharmasraya dan diawal abad ke 15 berpusat di Suruaso atau Pagaruyung.
Kerajaan ini berada di pulau Swarnadwipa
atau Swarnabumi (Thai:Sovannophum) yang oleh para
pendatang disebut sebagai pulau emas yang memiliki tambang emas, dan pada
awalnya mempunyai kemampuan dalam mengontrol perdagangan di Selat Melaka sebelum akhirnya terintegrasi
dengan Kerajaan Sriwijaya (Thai:Sevichai) pada tahun 682.
Penggunaan kata Melayu, telah
dikenal sekitar tahun 100-150 seperti yang tersebut dalam buku Geographike
Sintaxis karya Ptolemy yang menyebutkan maleu-kolon. Dan kemudian
dalam kitab Hindu Purana pada zaman Gautama Buddha terdapat istilah Malaya
dvipa yang bermaksud tanah yang dikelilingi air.
Dari kitab sejarah dinasti T’ang kita menjumpai pertama kalinya pemberitaan tentang datang nya utusan dari daerah Mo-lo-yeu di Cina pada tahun 644
dan 645. Nama
Mo-lo-yeu ini mungkin dapat dihubungkan dengan Kerajaan Malayu yang letaknya
di pantai timur
Sumatra dengan pusatnya
di sekitar Jambi.
Sekitar tahun 672 M I-tsing, seorang pendeta Budha dari Cina, Dalam perjalananya dari Kanton menuju India, singgah di She-li-fo-she selama enam bulan untuk belajar sabdavidya atau tata bahasa sangsekerta. Menurut I-tsing ada sekitar
1000 orang pendeta. Dari She-li-fo-she I-tsing berlayar ke
Mo-lo-yeu dengan menggunakan kapal Raja. Ia tinggal di
Mo-lo-yeu selama dua bulan.
Selanjutnya ia berlayar ke Kedah selama lima
belas hari. Pada bulan ke-12 ia meninggalkan Kedah menuju ke Nalanda, ia berlayar selama dua bulan.
Ketika ia kembali dari Nalanda pada tahun 685, I-tsing singgah lagi ke Kedah kemudian pada musim dingin ia berlayar ke
Mo-lo-yeu yang sekarang telah menjadi Fo-she-to dan tinggal di sini pada pertengahan musim panas lalu ia berlayar selama satu bulan menuju Kanton.
Dari
keterangan tersebut dapat di simpulkan bahwa sekitar tahun 685 Kerajaan
Sriwijaya telah mengembangkan kekuasaannya, dan salah satu negara yang
ditaklukkannya ialah Melayu.
- Letak dari Kerajaan Melayu
Mengenai letak Malayu ini ada sedikit perbedaan pendapat di kalangan para ahli. Ada yang menduga Malayu ini terletak di daerah Jambi sekarang, tetapi dari sumber
yang kemudian orang mengatakan Malayu letaknya
di Semenanjung tanah Melayu.
Dari berita I-tsing kita tahu bahwa dalam perjalanan dari india ke Cina orang melalui pelabuhan Malayu,
dari pelabuhan ini orang naik perahu kearah utara menuju Kwang-tung.
Pelayaran dari Sriwijaya ke Malayu memakan waktu kurang lebih lima belas hari lamanya.
Dari Malayu untuk menuju ke
Chie-cha orang harus berganti arah yaitu ke utara dan lama nya pelayaran lima belas hari.
Slamet muljana berdasarkan keterangan I-Tsing menyimpulkan bahwa pada abad ke-7, Melayu terletak di Muara Sungai Batanghari atau yang sekarang kita kenal dengan kota Jambi. Sementara itu Soekmono menyatakan bahwa dari segi arkeologinya tidak ada bahan yang dengan meyakinkan dapat menyokong pendapat Moensuntuk menempatkan Sriwijaya di Muaratakus.
Di tambah dengan hasil rekontruksi pantai daerah Pekan baru dan Rengat,
yang tidak menghasilkan unsur-unsur yang cukup kuat untuk menempatkan Sriwijaya di
daerah Khatulistiwa, maka kiranya dapat di
simpulkan bahwa kedudukan Jambi menjadi semakin kuat sebagai pusat Sriwijaya,
kalau saja dapat di pastikan bahwa Melayu bukan di Jambi letaknya.
Pendapat terbaru mengenai letak Malayu di ke mukakan oleh Boechari dalam analisanya mengenai perjalanan dari Malayu ke Kedah. Dalam berita I-Tsing di
sebutkan bahwa setelah sampai di
Malayu, pelayaran berubah arah menuju Kedah. Malayu ini letaknya
di sebelah selatan
Kedah dan pelayaran ke Kedah memekan waktu lima belas hari,
seperti halnya pelayaran Sriwijaya ke Malayu.
Oleh karena itu, Malayu ini harus lah terletak
di tengah perjalanan Sriwijaya (di daerah Batang Kuantan)
ke Kedah, kira-kira 3o di sebelah Utara Khatulistiwa, di
pantai timur
Sumatera dekat sungai Asahan atau di
pantai barat
Malaysia dekat Port Swettenham. Tetapi dalam hal ini ia lebih cenderung untuk menempatkan Malayu di
pantai Timur
Sumatera, sebab I- Tsing harus merubah arah pelayarannya untuk mencapai
Kedah.
Tetapi hampir semua ahli sejarawan sepakat bahwa Kerajaan Malayu berlokasi
di hulu sungai
Batanghari sebab pada alas
arca Amoghapas
yang di temukan di pada ngroco terdapat prasasti bertarikh 1208 saka pada tahun 1286
yang menyebutkan bahwa arca itu merupakan hadiah dari raja Kartanegara (raja Singasari)
kepada raja Malayu.
- Perkembangan selanjutnya Kerajaan Malayu
Kerajaan Malayu adalah kerajaan tertua di Indonesia yang muncul pada abad ke-7. Dan pada saat itu secara politik berada di bawah kekuasaan Kerajaan Sriwijaya. Kerajaan ini mempunyai kemampuan untuk mengontrol perdagangan di Selat Malaka sebelum di
rebut oleh Kerajaan Sriwijaya pada tahun 685. Kerajaan Malayu ini mulai di kuasai oleh Kerajaan Sriwijaya pada tahun 685, hal ini di bukti kan dengan catatan I-Tsing yang mengatakan bahwa bahwa pada saat berangkat menuju India
tahun 671M Malayu masih menjadi kerajaan merdeka sedangkan ketika kembali tahun 685M negeri ini telah di
kuasai olah Kerajaan Sriwijaya. Dan juga sesuai keterangan I-Tsing yang dapat di simpulkan bahwa pada sekitar tahun 685M Kerajaan Sriwijaya telah mengembangkan kekuasaannya, dan salah satu Negara yang di taklukkan nya ialah Malayu. Setelah penaklukan Malayu oleh Sriwijaya sekitar tahun 685M, untuk jangka yang lama nama malayu tidak disebut-sebut dalam sumber sejarah. Baru pada pertengahan abad
XIII nama Malayu dalam kitab Pararaton dan kitab Nagaraktragama.
Pada tahun 1275 raja Kartanegara mengirim tentaranya ke Malayu. Pengiriman pasukan ini dikenal dengan sebutan Pamalayu. Letak Malayu yang strategis di pantai timur Sumatera dekat dengan Selat Malaka sangat berperan penting dalam dunia perlayaran dan perdagangan melalui selat Malaka, yaitu antara India dan Cina dengan daerah-daerah di Indonesia bagian timur. Sementara itu pengaruh Kerajaan Mongol sudah tidak terbendung lagi.
Raja Kartanegara dari kerajaan Jawa (raja Singhasari) mengadakan ekspedisi penaklukkan ke Sumatera dan ekspedisi tersebut
di sebut dengan Ekspedisi Pamalayu.
Ekspedisi ini ternyata mempunyai hubungan erat dengan ekspedisi Kerajaan Mongol yang sedang giat di lancer kan oleh Khubhilai Khan untuk menguasai daerah
Asia Tenggara dan juga dalam rangka politik perluasan kekuasaan Kerajaan Singhasari.
Ekspedisi ini berhasil menjalin hubungan persahabatan antara Singhasari dan Malayu. Untuk mempererat hubungan persahabatan ini, pada tahun 1208
(1286) masehi Raja Sri Kertanegara Wikramadharmottunggadew, mengirim sebuah arca
Buddha Amoghapasalokeswara beserta empat belas pengiringnya ke Malayu sebagai hadiah.
Penempatan arca ini di Dharmasraya di pimpin oleh empat
orang pejabat tinggi dari Jawa. Pemberian hadiah ini membuat seluruh rakyat Malayu sangat bergirang hati terutama rajanya
yang bernama SrimatTribhuwana raja Mauliwarmadewa. Keterangan mengenai hadiah ini tertulis pada bagian lapik
(alas) arca Amoghpasaitu sendiri. Arca ini di ketemukan kembali di daerah Sungai Langsat dekat sijunjung,
di daerah hulu sungai batanghari.
Setelah peristiwa ini, tidak ada lagi keterangan lainnya mengenai keadaan di
Sumatera, baru kemudian pada masa pemerintahan Tribhuwanottungga dewi Jayawisnuwardhani
(1328-1350) kita memperoleh sedikit keterangan tentang daerah Malayu. Dan rupa-rupanya Kerajaan Malayu ini menjadi pusat kekuasaan di Sumatera,
sedangkan Sriwijaya setelah adanya ekspedisi Pamalayu dari raja Kertanegara,
tidak pernah lagi ada beritanya.
- Kesimpulan
Kerajaan
Melayu
atau dalam bahasa Tionghoa ditulis Ma-La-Yu merupakan sebuah nama kerajaan yang
berada di Pulau Sumatera. Dari bukti dan keterangan yang
disimpulkan dari prasasti dan berita dari Cina, keberadaan kerajaan yang
mengalami naik turun ini dapat di diketahui dimulai pada abad ke-7 yang
berpusat di Minanga, pada abad ke-13 yang berpusat di Dharmasraya dan diawal abad ke 15 berpusat di Suruaso atau Pagaruyung.
- Saran
Sejarah di Indonesia ini sangatlah banyak oleh karena itu
kita harus menjaga dan menghormati sejarah tersebut karena negara yang besar
itu adalah Negara yang menjaga dan menghormati sejarah negaranya.
Komentar
Posting Komentar