Asal Mula Pulau-Pulau di Tobelo
Nama : Jeki Sepriady
NIM : 2014131038
Semester/Kelas : 3 (Tiga) / A
Mata
Kuliah : Teknologi Informasi dan
Komunikasi
Asal Mula Pulau-Pulau di Tobelo
Imam Jafar Nuh
adalah penguasa Kesultanan Ternate yang hidup pada zaman dahulu. Sultan Jafar
beristrikan seorang hidadari dari Kahyangan yang kecantikan wajahnya tidak ada
yang menandinginya.
Pada suatu hari
datanglah adik permaisuri Sultan Jafar Nuh dari Kahyangan. Gajadean namanya. Ia
bermaksud menjenguk kakaknya. Beberapa saat tinggal di istana Kesultanan
Ternate, Gajadean merasa betah. Akhirnya, Gajadean bahkan enggan kembali ke
Kahyangan. Mendapati sikap adik iparnya itu Sultan Jafar Nuh lantas berkehendak
mengangkat Gajadean sebagai sangaji (artinya : Penguasa suatu wilayah yang
berada di hawah kekuasaan kesultanan atau kerajaan)
Kata Sultan
Jafar Nuh, "Aku hendak mengangkatmu sebagai sangaji di Tobelo. Engkau
berhak menyandang gelar selaku sultan."
"Terima
kasih, Kanda," jawab Gajadean,
"Namun
yang perlu engkau perhatikan, sebag ai sangaji engkau berkewajiban nnenyerahkan
upeti ke Kesultanan Ternate seperti halnya para sangaji lainnya."
Gajadean
menyatakan kesanggupannya untuk mematuhi pesan Sultan Jafar Nuh. Tidak herapa
lama kemudian Gajadean pun menuju Tobelo dan segera membenahi daerah kekuasaan
barunya itu. la mendirikan sebuah istana yang megah dan memperkuat pertahanan
tobelo dengan mengangkat para prajurit juga menunjuk dua orang yang telah
ternama kesaktian dan ketangguhannya selaku kapitan. Keduanya adalah Kapitan
Metalomo dan Kapitan Malimadubo. Dalam pemerintahan Gajadean yang adil dan
bijaksana, Tobelo pun menjadi daerah yang maju. Rakyat Tobelo lebih makmur dan
sejahtera dibandingkan sebelumnya. Rakyat Tobelo sangat menghormati dan
mematuhi perintah Gajadean. Terlebih-lebih mereka juga mengetahui jika sangaji
mereka itu berasal dari Kahyangan.
Sesuai janji
yang diucapkannya pada Sultan Jafar Nuh, setiap tahun Gajadean senantiasa
mengirimkan upeti ke Kesultanan Ternate. Upeti itu berupa beras, kelapa, dan
hasil pertanian lainnya. Gajadean langsung memimpin penyerahan upeti itu.
Syandan,
Gajadean kembali memimpin penyerahan upeti ke Kesultanan Ternate. Setelah
menyerahkan upeti, Gajadean berniat kembali ke Tobelo. Sangatlah marah Gajadean
ketika mendapati terompah2 yang semula dikenakannya tidak lagi ada di tempatnya
semula. la telah memerintahkan pengawal dan prajurit pengiringnya untuk
mencari, namun terompah kesayangannya itu tidak juga ditemukan. Tanpa lagi
mengenakan alas kakinya, Gajadean kembali pulang ke Tobelo. Ia sangat yakin,
Sultan Jafar Nuh telah mengambil terompah kesayangannya. Ia sangat marah dan
ingin membalas perlakuan kakak iparnya yang diyakininya mengambil terompah
kesayangannya itu.
Setibanya di
Tobelo, Gajadean terus memikirkan terompah indah kesayangannya itu. Setiap kali
la memikirkan, kebenciarnya pada Sultan Jafar Nuh kian membesar. Dendamnya pada
kakak iparnya itu kian menjadi-jadi. Tersulut oleh dendam dan kemarahannya.
Gajadean lantas memerintahkan segenap rakyat Tobelo untuk mengumpulkan kotoran
mereka dan memasukkannya pada guci-guci besar. Perintah tersebut sesungguhnya
membuat rakyat Tobelo keheranan, kebingungan, dan serasa tidak habis mengerti.
Namun demikian, mereka patuh menjalankan perintah Sultan Gajadean tersebut.
Selama setahun
segenap rakyat Tobelo mengisi guci-guci besar itu dengan kotoran mereka yang
bau lagi menjijikkan tersebut. Hingga waktu penyerahan upeti ke Kesultanan
Ternate pun tiba. Gajadean kembali ke Kesultanan Ternate untuk menyerahkan
upeti. Bukan beras, kelapa, dan aneka hasil pertanian rakyat Tobelo seperti
biasanya yang dikirimkan ke Kesultanan Ternate, melainkan guci-guci besar
berisi kotoran rakyat Tobelo.
Seperti tidak
menyimpan dendam dan kemarahan, Gajadean berbincang-bincang akrab dengan Sultan
Jafar Nuh setibanya ia di Kesultanan Ternate. Setelah penyerahan upeti itu selesai,
Gajadean beserta rombongan Tobelo pun meminta diri untuk kembali ke Tobelo.
Sepeninggal
Gajadean, Sultan Jafar Nuh memerintahkan prajurit-prajuritnya untuk membuka
upeti dari Tobelo sebelum disimpan di lumbung kerajaan. Betapa terperanjatnya
Sultan Jafar Nuh setelah mendapati isi guci-guci besar itu. Seketika itu
kemarahannya pun meluap. Ia merasa kehormatannya selaku sultan sangat
dilecehkan adik iparnya.
"Ini
sebuah penghinaan!" seru Sultan Jafar Nuh dengan kemarahan meninggi.
"Secara nyata Gajadean dan rakyat Tobelo telah meruntuhkan kehormatanku
dan Kesultanan Ternate. Penghinaan dan pelecehan kehormatan ini harus dibalas!
Kita akan gempur Tobelo untuk menunjukkan kehormatan dan kewibawaan Kesultanan
Ternate!"
Peperangan
antara Kesultanan Ternate dan Tobelo pecah, berlangsung sangat sengit. Seiring
berlalunya sang waktu, semakin sengit peperangan itu. Dengan mengerahkan siasat
dan strategi perang tertentu, akhirnya Kesultanan Ternate dapat mengalahkan
kekuatan Tobelo pendukung Sultan Gajadean.
Setelah
mengalami kekalahan, kekuatan Tobelo menjadi centang-perenang. Sebagian dari
mereka terpaksa harus berlari ke dalam hutan untuk menyelamatkan diri. Sebagian
yang lain harus bersembunyi di bukit dan gunung untuk menghindarkan diri dari
serangan prajurit-prajurit Kesultanan Ternate. Sultan Gajadean pun turut
mengungsi. Entah mengungsi ke mana adik ipar Sultan Jafar Nuh tersebut hingga
keluarga maupun para prajurit Tobelo kemudian yang berusaha mencarinya tidak
menemukannya. Berbagai usaha telah dilakukan, namun keberadaan Sultan Gajadean
tidak ditemukan.
Kapitan
Metalomo dan Kapitan Malimadubo segera menggalang kekuatan. Keduanya tetap
berniat menegakkan pemerintahan di Tobelo. Karena keberadaan Sultan Gajadean
tidak juga diketemukan, keduanya memimpin pemerintahan Tobelo secara sementara.
Hingga akhirnya mereka semua kembali ke Tobelo setelah kekuatan prajurit
Kesultanan Temate kembali pulang.
Sultan Gajadean
tetap juga tidak ditemukan dan juga tidak kembali ke Tobelo. Kapitan Metalomo
dan Kapitan Malirnadubo beserta rakyat Tobelo lantas bersepakat untuk
menentukan sultan baru sebagai pengganti Sultan Gajadean. Secara utuh mereka
bersepakat menunjuk Kobubu, anak lelaki Sultan Gajadean, menjadi sultan Tobelo
yang baru. Keadaan di Tobelo pun berangsur-angsur membaik setelah Kobubu
menjalankan pemerintahannya.
Syandan pada
suatu hari, Mama Ua, anak perempuan Sultan Gajadean, pergi ke pantai dengan
diiringi dayang-dayang dan juga para prajurit pengawal. Setibanya di pantai,
Mama Ua melantunkan sajak:
Papa Ua nyao
deo
Kabunga
manyare-nyare
Toma buku
molitebu
(Orang yang
tidak berkeluarga, seperti ikan di tepi pantai, di pinggir pantai di kaki
gunung)
Keajaiban pun
terjadi setelah Mama Ua mengakhiri sajaknya. Mendadak muncullah gugusan pulau
di depan wilayah Tobelo. Pulau-pulau itu membentang dari wilayah
Mede hingga di
depan wilayah Tobelo.
Pesan Moral
dari Cerita Asal Mula Pulau-Pulau di Tobelo adalah Suatu masalah hendaklah
diselidiki baik-baik dan kemudian dicarikan jalan keluarnya secara baik-baik.
Kecerobohan dalam memutuskan sesuatu dapat menyebabkan munculnya masalah baru
yang jauh lebih besar dampak buruknya.
Komentar
Posting Komentar