LAHIR DAN BERKEMBANGNYA AGAMA HINDU


 
LAHIR  DAN  BERKEMBANGNYA  AGAMA  HINDU
  • Latar Belakang

Agama Hindu (Sanskerta: Sanātana Dharma “KebenaranAbadi”), dan Vaidika-Dharma (“Pengetahuan Kebenaran”) adalah sebuah agama yang berasal dari anak benua India. Agama ini merupakan lanjutan dari agama Weda (Brahmanisme) yang merupakan kepercayaan bangsa Indo-Iran (Arya). Agama ini diperkirakan muncul antara tahun 3102 SM sampai 1300 SM dan merupakan agama tertua di dunia yang masih bertahan hingga kini. Agama ini merupakan agama ketiga terbesar di dunia setelah agama Kristen dan Islam dengan jumlah umat sebanyak hampir 1 miliar jiwa.
Penganut agama Hindu sebagian besar terdapat di anak benua India. Di sini terdapat sekitar 90% penganut agama ini. Agama ini pernah tersebar di Asia Tenggara sampai kira-kira abad ke-15, lebih tepatnya pada masa keruntuhan Majapahit. Mulai saat itu agama ini digantikan oleh agama Islam dan juga Kristen. Pada masa sekarang, mayoritas pemeluk agama Hindu di Indonesia adalah masyarakat Bali, selain itu juga yang tersebar di pulau Jawa, Lombok, Kalimantan (Suku Dayak Kaharingan), Sulawesi (Torajadan Bugis-Sidrap).
Di India sebagian besar masyarakatnya beragama hindu. Rakyat yang beragama Hindu, sebagian besar berasal dari kasta rendah dan tidak mempunyai kasta. Di India terdapat 200 bahasa. Bahasa persatuannya adalah bahasa Hndustani yang terdiri dari bahasa Hindi dan bahasa Urdu, bahasa Hindi adalah bahasa yang sebagian besar rakyat yang beragama Hindu.

  •  Munculnya Agama Hindu di India

Perkembangan agama Hindu-Budha tidak dapat lepas dari peradaban lembah Sungai Indus, di India. Di Indialah mulai tumbuh dan berkembang agama dan budaya Hindu dan Budha. Dari tempat tersebut mulai menyebarkan agama Hindu-Budha ke tempat lain di dunia. Agama Hindu tumbuh bersamaan dengan kedatangan bangsa Aria (cirinya kulit putih, badan tinggi, hidung mancung) ke Mohenjodaro dan Harappa melalui celah Kaiber (Kaiber Pass) pada 2000-1500 SM dan mendesak bangsa Dravida (berhidung pesek, kulit gelap) dan bangsa Munda sebagai suku bangsa asli yang telah mendiami daerah tersebut. Bangsa Dravida disebut juga Anasah yang berarti berhidung pesek dan Dasa yang berarti raksasa. Bangsa Aria sendiri termasuk dalam ras Indo Jerman. Awalnya bangsa Aria bermatapencaharian sebagai peternak kemudian setelah menetap mereka hidup bercocok tanam. Bangsa Aria merasa ras mereka yang tertinggi sehingga tidak mau bercampur dengan bangsa Dravida. Sehingga bangsa Dravida menyingkir ke selatan Pegunungan Vindhya.
Orang Aria mempunyai kepercayaan untuk memuja banyak Dewa (Polytheisme), dan kepercayaan bangsa Aria tersebut berbaur dengan kepercayaan asli bangsa Dravida. Oleh karena itu, Agama Hindu yang berkembang sebenarnya merupakan sinkretisme (percampuran) antara kebudayaan dan kepercayaan bangsa Aria dan bangsa Dravida. Selain itu, istilah Hindu diperoleh dari nama daerah asal penyebaran agama Hindu yaitu di Lembah Sungai Indus/ Sungai Shindu/ Hindustan sehingga disebut agama dan kebudayaan Hindu. Terjadi perpaduan antara budaya Arya dan Dravida yang disebut Kebudayaan Hindu (Hinduisme). Daerah perkembangan pertamanya terdapat di lembah Sungai Gangga, yang disebut Aryavarta (Negeri bangsa Arya) dan Hindustan (tanah milik bangsa Hindu).

  • Dewa-dewa dalam Agama Hindu


a.       Dewa Brahma
Dewa Brahma mempunyai empat buah kepala yang melihat kesegala penjuru. Ini adalah suatu tanda yang menyatakan kebijaksanaannya. Ialah pencipta segala sesuatu dan istrinya Saraswati adalah Dewi Kesenian. Dewa Brahma sekarang tidak lagi dipandang sebagai dewa yang terutama. Di seluruh India hanya ada sebuah Candi Brahma.
b.      Dewa Wisnu
Dewa Wisnu semakin lama semakin banyak pemujaan. Ia diwujudkan sebagai dewa yang penyayang yang bertangan empat, senantiasa berbaring di atas tempat tidurnya seekor ular bernama Ananta, yang mempunyai seribu kepala. Ia hanya bangun bila terdengar doa dewa-dewa yang lain, bila mereka memerlukan seseorang  juru pemisah dan penolong, untuk menjaga seluruh alam, karena kadang-kadang terancam oleh kekuasaan-kekuasaan yang jahat.
Menurut
kepercayaan Hindu, Wisnu menjelma sepuluh kali. Sembilan dari penjelmaan itu telah berlaku, akan tetapi penjelmaan yang kesepuluh masih akan tiba.

c.       Dewa Syiwa
Dewa Syiwa di wujudkan sebagai seorang pengemis kayangan dan menjadi seorang pelancong yang suka bergaul dengan hantu dan orang halus yang selalu berkeliaran di tempat-tempat pembakaran mayat dan gurun pasir. Ia tidak mempunyai istana, sebab itu ia diam bersamaan dengan istrinya Durga di atas gurun Kailasa di pegunungan Himalaya. Menurut orang Hindu hal ini adalah akibat dari sumpah dewa Brahma, karena Syiwa telah memancung salah satu kepala Brahma ketika timbul pertengkaran antara ke duanya tentang kekuasaan.
Ia menjadi dewa bagi orang-orang pertapa dan mereka yang telah menguasai hukum-hukum alam. Binatang kendaraannya, Nandi pun dipuja orang. Isterinya mempunyai beberapa nama : Pervati, Durga, Kali, Sakti, Devi, Uma dan sebagainya. Anak mereka ada dua orang, yaitu Ganesya dan Kartikaya.
Dari kedua
anak Syiwa ini, Ganesya lah yang lebih dihormati orang. Ini adalah dewa kecerdasan dan kesabaran. Ia berkepala gajah dan bertubuh manusia. Hal ini adalah sumpah dewa Brahma. Kartikaya, anak yang bungsu adalah dewa peperangan.
d.      Dewa-dewa perorangan
Orang Hindu mempunyai tiga dewa pujaan: Gramadewata, dewa yang melindungi kampong atau kota. Kuladewata, dewa yang melindungi rumah 4tangga. Isytadewata, dewa perseorangan.
Kedua dewa yang pertama di perolehnya sejak lahir, sedang Isytadewa tadi pilih sendiri dari salah satu dewa yang banyak itu.Jadi ada kemungkinan seorang mendapat Kali Nandi Isjtadewata. Akan tetapi ada juga kemungkinan bahwa satu dewa menduduki ketiga tempat itu.
Pemujaan terhadap Gramadewata di jalankan di dalam candi dari kota atau kampung. Seorang Hindu yang taat selalu mengunjungi candi  tiap pagi  sesudah ia mandi. Di sini ia mengucapkan doanya atau membawa korban berupa bunga atau buah-buahan. Sekali atau dua kali setahun di adakan perayaan untuk menghormati Gramadewata. Pemujaan terhadap Kuladewata dan Isjtadewata ini bermacam-macam coraknya pada tiap-tiap rumah tangga.
  •  Sistem Kasta dalam Agama Hindu
a.       Brahmana
Di dalam buku ke-10 dari reg-Veda , tertulis: “golongan Brahmana keluar dari mulut dewa, golongan Ksatria dari tangannya, Vaisya dari paha atau perutnya, dan akhirnya golongan Sudra keluar dari telapak kakinya.arti kiasan yang mengatakan bahwa golongan Brahma keluar dari mulut Brahma ialah bahwa Golongan Brahmana merupakan guru dari rakyat.
Kelompok brahmana ialah pemikir, ahli filsafat dan para rohaniawan agama Hindu. (Su’ud,17:1988). Didalam masyarakat Hindu kaum brahamana ini bertugas mengurus soal kehidupan keagamaan. Mereka adalah orang yang paling mengerti mengenai seluk beluk agama Hindu, karena kegiatan sehari-harinya hampir selalu dikaitkan dengan kegiatan keagamaan selain itu ereka juga mempunyai peranan yang sangat besar bagi berjalannya pemerintahan, karena para brahman ini membimbing para warga dan juga memberikan nasehat terhadap raja dalam menjalankan pemerintahannya. Sehingga dalam uritan kasta ini para btahman menduduki posisi yang paling atas.
Kewajiban-kewajiban kasta Brahmana adalah sesuai dengan kedudukan sosial mereka. Sungguhpun tak suatu kasta yang lain dapat membuat peraturan-peraturan bagi kasta Brahmana, namun hidup mereka haruslah tunduk kepada suatu disiplin sendiri yang sangat keras. Hidup mereka haruslah diabdikan kepada kewajiban-kewajiban terhadap dirri sendiri, terhadap masyarakat dan terhadap dewa-dewa. Dia harus hidup dengan sederhana sekali, harus suka bertamu dan bertabit altruistis.
Hidup seorang Brahmana dapat dibagi dalam 4 tingkat masa atau asjrama:
a)      Brahmatsjarya
b)      Grahasta
c)      Vanaprasta
d)     Sanyasa
b.      Ksatria
Kaum elite dalam masyarakat beragama hindu terdiri dari kaum bangsawan yang mengelola kekuasaan duniawi dalam arti mereka adalah orang-orang yang berkewajiban menjalankan pemerintahan termasuk pertahanan Negara. Yang termasuk dalam golongan ini adalah raja beserta keluarganya, para pejabat pemerintah, dan para tentara.
Ajaran-ajaran kuno mengatakan, bahwa rakyat harus menghormati rajanya sebagai seorang dewata. Raja harus berlaku kepada rakyatnya sebagai perlakuan seorang bapak terhadap anak-anaknya. Harta-harta rakyat tidak boleh dihisapnya dengan jalan mengadakan pajak yang tidak-tidak. Dengan segala daya upaya raja harus menjamin ketertiban dalam kerajaannya dan menghukum orang-orang jahat serta membinasakan tiap-tiap anasir yang asosial. Seorang Raja juga harus berusaha supaya kasta Brahmana tidak kekurangan apa-apa.
c.       Waisya
Kaum yang memiliki profesi sebagai para pedagang besar, para pemilik modal maupun para petani kaya yang mempunayi lahi pertanian yang cukup luas. Walaupun berada dalam lapisan ketuga namun dalam golongan masyarakat biasa yang tergolong dalam golongan sudra ini mereka memiliki peran yang cukup penting. Karena mereka merupakan kaum yang memberikan nafkah bagi sudra karena mereka ini memperkerjakan sudra sebagai pekerja, buruh maupun budak. Selain itu para waisya ini merupakan kekuatan sosial yang menguasai sektor ekonomi dalam hal produksi dan distribusi.
Kasta Vaisyalah kasta yang terendah diantara kasta-kasta yang anggotanya disebut “ orang yang dua kali dilahirkan” yang berhak menyebut dirinya bangsa Arya. Tanda perbedaan dari orang-orang arya ini ialah munya (seutas tali yang suci) yang disandang diatas bahu kiri terus kepinggang kanan.
Sebagai halnya kasta Ksatria, kasta Vaisyapun yang asli tidak ada lagi yang hidup pada dewasa ini menurut perkataan kasta Brahmana. Namun demikian, banyak sekali golongan suku di India sekarang yang menyebut dirinya kasta Vaisya. Menurut kaum Brahmana, semua kasta Vaisya yang ada sekarang adalah bekas kasta Sudra yang lambat laun bertambah tinggi kedudukannya disebabkan harta bendanya. Tetapi dari mana sajapun kebenaran asal mereka yang pasti ialah bahwa kasta Vaisya yang pada dewasa ini, pada umumnya adalah orang-orang yang berada.
d.      Sudra
Biasanya masyarakat yang bermata pencaharian sebagi petani peternak, para pekerja, buruh, maupun budak, mereka ini adalah para pekerja kasar. Mereka mempunyai banyak kewajiban terutama wajib kerja tetapi keberadaannya kurang diperhatikan dan mereka yang berada dalam golongan ini menmduduki kedudukan yang kurang terhormat dalam masyarakatnya. 
Pembagian masyarakat dalam beberapa golongan atau kasta. Dari susunan kasta inilah yang sering menimbulkan berbagai masalah sosial kemasyarakatan, dan menjadi penghambat dalam penyelesaian masalah pemerintahan, pemilihan secara demokratis, persamaan hak dan kemerdekaan dalam hubungan sosial kemasyarakatan. Di india, terdapat masyarakat dengan status ekonomi yang tinggi dan di sisi lain sebagian besar rakyat hidup dalam garis kemiskinan dan kesengsaraan.
  • Perkembangan Agama Hindu
a.       Perkembangan Agama Hindu di India Pada zaman Veda
Zaman ini dimulai dan datangnya Bangsa Arya, + 2500 SM ke India, dengan menempati lembah Sungai Sindhu yang dikenal dengan nama Punjab (daerah lima aliran sungai).
Bangsa Arya tergolong ras Indo Eropa yang terkenal sebagai Bangsa yang gemar mengembara tetapi cerdas, tangguh dan trampil. Selanjutnya pada zaman ini merupakan zaman mulainya penulisan Wahyu suci yang pertama yaitu Reg Veda. Kehidupan beragama pada zaman ini didasarkan atas ajaran-ajaran yang tercantum pada Veda Samhita, yang lebih banyak menekankan pada pembacaan perafalan ayat-ayat Veda secara oral, yaitu dengan menyanyikan dan mendengarkan secara berkelompok.
Veda adalah kitab suci Agama Hindu yang dturunkan oleh ida Sang Hyang Widhi Wasa kepada umat Hindu melalui para Rsi (Sapta Rsi) yaitu Rsi Grtsamada, Rsi Viswamitra, Rsi Atri, Rsi Bharadvaja, Rsi Vasistha, Rsi Kanva dan Rsi Vamadeva.
Selanjutnya setelah wahyu tersebut diterima, maka atas jasa Maharsi Vyasa dan empat orang muridnya membukukan wahyu tersebut menjadi empat bagian yang sampai sekarang dikenal dengan nama Catur Veda, terdiri dari:
a)      Maharsi Pulaha membukukan Reg Veda
b)      Maharsi Jaimini membukukan Sama Veda
c)      Maharsi Vaisampayana membukukan Yajur Veda
d)     Maharsi Sumantu membukukan Atharva Veda

a) Reg Veda, merupakan kitab tertua dan terpenting. Isinya dibagi atas 10 Mandala, menunjukkan kebenaran yang mutlak. Mantranya terdiri dari 10.552 yang diucapkan untuk mengundang, mendekatkan Tuhan dan manifestasinya yang dipuja agar hadir pada saat upacara Pengucapan mantra adalah pemimpin upacara yang disebut Hotr.
b)   Sama Veda, isinya diambil dan Reg Veda, kecuali beberapa nyanyian suci yang dinyanyikan pada saat upacara dilakukan. Jumlah mantranya terdiri atas 1.875. Yang menyanyikan lagu pujaan ini disebu Udgatr.
c)  Yajur Veda, terdiri dan 1.975 mantra, berbentuk prosa yang isinya berupa rafal dan doa pengucapannya adalah pemimpin upacara bernama Adhvaryu pada saat pelaksanaan upacara korban. Fungsi rafal adalah bukan memuja para Dewa melainkan mengubah upacara korban yang dipersembahkan menjadi makanan yang dapat diterima oleh para Dewa dengan pengucapan berulang-ulang disertai dengan menyebutkan nama manifestasi Dewa yang hendak dihadirkan.
d)   Atharva Veda, terdiri dan 5.987 mantra berbentuk prosa yang isinya berupa mantra-mantra yang kebanyakan bersifat magis, yang memberikan tuntunan hidup sehari-hari berhubungan dengan keduniawian seperti tampak dalam sihir, tenung, pedukunan. Isi sihir-sihir dimaksud bertujuan untuk menyembuhkan orang-orang sakit, mengusir roh-roh jahat, mencelakakan musuh dan lain sebagainya.
Disamping itu pada zaman ini orang-orang Hindu sangat meyakini adanya Dewa-Dewa sebagai manifestasi dan Ida Sang Hyang Widhi Wasa antara lain :
a.       Dewa Agni
Pemujaan yang dilakukan terhadap Dewa Agni banyak dijumpai dalam Veda terutama dalam Reg Veda, dimana penampilan dengan mempersonifikasi yang selalu dihubungkan dengan upacara api. Wujud Dewa Agni digambarkan seperti menyambut nyala api, berjenggot, berdagu tajam, bergigi emas, dan kepalanya selalu memancarkan sinar. Sinar Dewa Agni seperti Sinar matahari pagi, beliau disebut sebagai putra Dewa Dyanus, yaitu Dewa Langit, oleh sebab itu Dewa Agni sering disebut putra Dewa Langit dan Dewa Bumi.
b.      Dewa Indra
Mengenai keberadaan Dewa Indra banyak dijumpai pada kitab suci Veda, ada 250 mantra yang mengagungkan Dewa Indra. Kata Indra berasal dan kata md dan Dari yang artinya memberi makan. Indra pada mulanya adalah Dewa Hujan yang mengalahkan raksasa Vrtra, senjatanya adalah Bajra (petir). Indra lebih dikenal dengan Dewa Perang yang mengalahkan tiga benteng musuh, karena itu disebut Tn Puramdhara (Tn Puramtaka). Dan kenyataan inilah bagi orang Arya yang datang ke India keberadaan Dewa Indra sangat dihormati, karena bagi mereka dianggap memberkatinya waktu menjajab penduduk ash India yaitu Bangsa Dravida.
c.       Dewa Rudra
Pada zaman ini Dewa Rudra diidentikkan dengan Dewa Siva (Siva Rudra). Ia digambarkan sebagai laki-laki bertubuh besar, perutnya berwarna biru dan punggungnya berwarna merah. Kepalanya berwarna biru kulitnya berwarna coklat kemerahan. Rambutnya panjang terurai, seluruh tubuhnya memancarkan cahaya keemasan, tangannya memegang busur dan panah yang bercahaya. Karakternya nampak angker dan menakutkan namun hatinya lembut dan maha pengasih.
d.      Dewa Waruna
Dewa Waruna disebut juga Baruna, selalu dihubungkan dengan laut. Kata Waruna berasal dan akar kata Var (menutup dan membentang) yang berarti melindungi dan segala penjuru. Dan kata inilah lalu dihubungkan dengan laut. Dewa Waruna mengamati semua mahluk dari tempatnya yang tinggi, dimana matahari diyakini sebagai istananya. Ta digambarkan sebagai laki-laki tampan berkulit putih mengendarai monster laut yang bemama Makara (Gajahmina) berupa binatang laut yang pada bagian depannya berwujud seekor kijang, sedangkan bagian belakangnya berwujud seekor ikan. Istri Dewa Waruna adalah Waruni yang tinggal diistana Mutiara. Dewa Waruna adalah Dewa yang menguasai hukum alam yang disebut Rta.
Bertolak dari kenyataan inilah bahwa kehidupan orang-orang pada zaman Veda sangat menghormati Veda sebagai Wahyu Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang sampai kepada umat melalui jasa orang-orang suci atau para Rsi. Para Rsi mengajarkan Veda tidaklah kaku tetapi sangat luwes pleksibel artinya cara dan bahasa apapun yang digunakan agar bisa diterima oleh umat secara luas. Disamping itujuga diajarkan bagaimana umat menghomati Dewa-Dewa sebagai manifetasi dan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. 
b.      Perkembangan Agama Hindu di India pada zaman Brahmana
Jaman ini merupakan awal munculnya kitab Brahmana yang merupakan bagian dan Veda Sruti yang disebut Karma Kanda. Kitab ini memuat himpunan doa-doa serta penjelasan upacara korban dan kewajiban keagamaan. Oleh karena itu keberadaan umat Hindu pada jaman Brahmana ini didomininasi oleh pelaksanaan upacara keagamaan dalam bentuk upacara korban.
Unsur-unsur upacara yang ada dalam kitab Veda dikembangkan secara luas dalam kitab Brahmana. Kalau dibandingkan dengan zaman Veda umat memohon berkah pada para Dewata melalui upacara korban, tetapi pada zaman Brahmana kedudukan para Dewa dengan kaum Brahmana adalah sejajar, Karena keduanya diangap sebagai penentu keberhasilan upacana korban.
Perkembangan Agama Hindu pada Jaman Brahmana mi merupakan peralihan dan zaman Veda ke zaman Brahmana. Kehidupan orang-orang pada zaman mi betul betul berpusat pada keaktifan rohani terutama dalam bentuk upacara korban.
Secara lengkap ciri-ciri zaman Brahmana sebagai berikut :
a)      Upacara korban/Yadnya mendominir kegiatan umat Hindu.
b)      Para Brahmana menjadi golongan yang paling berkuasa.
c)  Munculnya perkembangan kelompok-kelompok masyarakat yang sangat tajam dengan berjenis-jenis pasraman.
d)     Dewa-Dewa menjadi berkembang fungsinya.
e)      Munculnya bermacam-macam kitab Sutra atau kitab penuntun pelaksanaan upacara korban.
c.       Perkembangan Agama Hindu di India pada zaman Upanisad
Zaman Upanisad ini merupakan reaksi terhadap yang terjadi pada zaman Brahmana. Dimana sejalan dengan berjalannya waktu, Agama Hindu terus berkembang yang meskipun pada akhirnya umat terpecah mengikuti aliran yang berbeda, yang secara keseluruhan disebut aliran Nawa Darsana, yaitu enam aliran tergabung dalam kelompok Astika (kelompok yang masih menerima Veda sebagai kitab suci Agama Hindu) dan tiga aliran tergabung dalam kelompok Nastika (kelompok yang menolak Veda sebagai kitab suci Agama Hindu). Aliran Nastika inilah secara otomatis keluar dan Agama Hindu sedangkan Aliran Astika tetap mengikuti Agama Hindu dan kembali pada Veda sebagai sumber segalanya bagi umat Hindu secara keseluruhan.
a)      Kelompok yang tergolong Astika yang disebut Sad Darsana
·         Nyaya
·         Vaisesika
·         Mimamsa V
·         Samkhya
·         Yoga
·         Vedanta
b)      Kelompok yang tergolong Nastika meliputi :
·         Buddha
·         Carvaka
·         Jaina

Selanjutnya yang tergabung dalam kelompok Astika ini terus mengadakan pendalaman ajaran Agama Hindu terutama filosofisnya. Artinya menolak kondisi yang terjadi seperti pada zaman Brahmana. Malah yang ditekankan pada zaman ini adalah menyeimbangkan antara filsafat, etika dan ritual. Dalam zaman Upanisad ini umat Hindu yang dimotori oleh Kaum Ksatria terus mengadakan diskusi-diskusi yang menimbulkan berkembangnya filsafat Hindu yang lebih menekankan pada aspek Jnana.
Dalam diskusi itu para siswa duduk di bawah dekat kaki guru kerohanian atau para Rsi dan mengajukan pertanyaan kepada guru kerohanian itu. Para guru atau para Rsi akan memberikan jawaban dengan tetap berpedoman pada Kitab Suci Veda, maka dengan demikian kebenaran yang didapat oleh para siswa kerohanian itu tidak perlu diragukan. Cara diskusi ini disebut dengan nama Upanisad.
Sebagai hasil dan kegiatan Upanisad ini dibukukan dalam kitab Upanisad. Kitab Upanisad merupakan bagian dan Jnana Kanda dan kitab Veda Sruti yang isinya bersifat ilmiah, spekulatif, tetapi tetap dalam ruang lingkup keagamaan. Pada umumnya kitab-kitab Upanisad berisi tentang hakekat Brahman, Atman, Hubungan antara Brahman dan Atman, Hakekat Maya, Hakekat Vidya dan Avidya, serta mengenai moksa atau kelepasan. Pandangan yang menonjol dalam ajaran Upanisad adalah suatu ajaran yang bersifat Monistis dan Absolutistis, dalam artian ajaran yang mengajarkan bahwa segala sesuatu yang bermacam-macam ini dialirkan dan satu azas, satu realitas tertinggi yang tidak dapat dilihat, tidak dapat dibagi-bagi, tidak dapat ditangkap oleh akal manusia, tetapi melingkupi segala yang ada di alam semesta ini, itulah yang disebut dengan Brahman (Ida Sang Hyang Widhi Wasa).
Brahman memiliki sifat Sat Cit Ananda yang artinya keberadaan, kesadaran, dan kebahagiaan. Dan ungkapan ini menunjukkan bahwa Brahman adalah satu-satunya realitas yang bersifat mutlak, yang meliputi segala yang ada, yang sadar, dan yang bersifat rohani sehingga dengan demikian Brahman dipandang sebagai sumber alam semesta, sumber semua mahluk, dan penguasa segala yang ada.
Mengenai keberadaan Atman pada Zaman Upanisad disebutkan bahwa Atman meliputi segala sesuatu dan ia berada dalam lubuk hati manusia. Atman yang ada dalam tubuh manusia itu dilapisi oleh lima lapisan yang disebut dengan Panca Maya Kosa, yaitu Anamaya Kosa (lapisan Prana/energi), Manomaya Kosa (lapisan alam rasa dan pikiran), Wijnanamaya Kosa (lapisan kesadaran) dan Anandamaya Kosa (lapisan kesadaran yang membahagiakan). Semua lapisan itu dapat berubah-ubah, sedangkan Atman adalah subjek yang tetap ada diantara semua yang berubah-ubah itu, artinya Atman terbebas dan semua keadaan, karena Atman sesungguhnya adalah Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Mengenai ajaran Karma pada zaman Upanisad dinyatakan sebagai suatu perbuatan yang selalu diikuti oleh pahala atau akibatnya. Sehingga siapa saja yang berbuat baik atau buruk pasti akan menerima hasil baik atau buruk. Jadi semua tergantung pada prilaku umat itu sendini.
Ajaran tentang Punarbhawa (kelahiran kembali) pada zaman Brahmana dianggap sebagai karunia Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Pada zaman Upanisad timbul sebuah pertanyaan kenapa kehidupan seseorang berbeda satu sama lain, baik dan unsur fisiknya atau keadaan sosial ekonominya ? Jawaban ini semua adalah tergantung pada karma setiap orang dan rantai kehidupan yang amat panjang.
Bila seseorang meninggal dunia badan halusnya terpisah dengan badan kasarnya, semua karma wasana dan perbuatannya melekat pada badan halusnya. Badan halus hidup bersama Atman yang kemudian menjelma mengambil badan yang baru. Proses Punarbhawa ini amat sulit diketahui oleh orang biasa, kecuali oleh para Maharsi, karena semua itu kehendak dari sang pencipta yaitu Brahman itu sendiri.
Tujuan hidup tertinggi bagi manusia adalah untuk mencapai Moksa atau kelepasan, yaitu bersatunya Atman dengan Brahman. Pada jaman Upanisad jalan untuk mencapai Moksa adalah melalui perbuatan baik, Bhakti, Tapa, Brata dan Yoga.
Demikianlah uraian mengenai Zaman Veda, Zaman Brahmana dan Zaman Upanisad. Pada hakekatnya satu dengan yang lainnya saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan karena semua menjadi pondasi dan sejarah Agama Hindu.
d.      Perkembangan agama Hindu pada masa Purana
Zaman purana menandai terjadinya evolusi Hindu di India, yaitu munculnya berbagai macam mazhab atau sekte. Meskipun demikian agama Purana mewarisi konsep-konsep keagamaan dari zaman Brahmana. Keduanya sama-sama menekankan praktik agama yang penuh dengan upacara. Agama Brahmana dan agama Purana mementingkan upacara yajna sebagai jalan untuk mencapai moksa. Hal ini diuraikan secara teliti dan mendalam dalam kitab Mimamsasutra. Ajaran yang mengajarkan pentingnya kedudukan yajna (Karma kandha) dalam agama Hindu ini dikembangkan dan diajarkan oleh para rshi pada zaman ini. Dengan pelopor-pelopornya antara lain, Rshi Prabhakaran, Rshi Kumarila Batta, dan masih banyak lagi. Ajaran ini rupanya mendapat sambutan yang luas di kalangan umat Hindu. Agama Hindu yang berdasarkan yajna, sebagaimana muncul sejak zaman Weda, Brahmana, dan Purana ini umumnya disebut Hindu ortodoks atau agama Brahmana-Smarta. Ajaran inilah yang menjadi agama rakyat India hingga akhir zaman Purana (sekitar 700 Masehi).
Akhir zaman Purana ditandai dengan terjadinya kekacauan di antara umat Hindu, akibat pertentangan yang hebat antara satu mazhab dengan mazhab yang lainnya. Setiap mazhab membenarkan prinsip-prinsip kepercayaan dan ajaran dari mazhab mereka sendiri dan menyalahkan kebenaran dari mazhab yang lain. Hal-hal yang dipertentangkan terutama mengenai ajaran Ahimsa. Di samping itu, juga mengenai upacara yajna, kurban binatang, vegetarian dan non-vegetarian, dan hal-hal prinsip lainnya. Pertentangan itu semakin memanas dan memuncak pada akhir zaman Purana. Selain itu, pertentangan antara pemeluk agama Hindu dan agama Buddha juga terus berlangsung.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Asal Mula Pulau-Pulau di Tobelo

Hasil Kebudayaan Megalitikum dan Budaya Megalitik

MENGEMBANGKAN SIKAP TOLERANSI BERAGAMA DI SUMATERA SELATAN