DINAMIKA PERSATUAN DAN KESATUAN BANGSA INDONESIA
DINAMIKA PERSATUAN DAN KESATUAN BANGSA INDONESIA
1. Masa Revolusi Kemerdekaan Indonesia (18 Agustus 1945-27 Desember
1949)
Dinamika persatuan dan kesatuan
bangsa Indonesia bisa dikatakan dimulai sejak masa revolusi kemerdekaan hingga
tanggal 17 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949. Bangsa Indonesia pada masa ini
menghadapi Kolonial Belanda yang ingin kembali menguasai, Ditariknya tawanan
Jepang yang kalah perang, sekaligus menghadapi berbagai pemberontakan. Selama
masa revolusi ini, terjadi peperangan antara negara Indonesia yang merdeka
yakni antara Republik Indonesia dan Kerajaan Belanda.
Belanda yang mengatakan bahwa kemerdekaan Indonesia tidak sah,
kenyataannya Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaannya secara
terang-terangan kepada seluruh dunia pada tanggal 17 Agustus 1945. Setelah
kemerdekaan Indonesia, Belanda datang kembali untuk mencoba membantah
kemerdekaan dengan kedatangan serbuan dari luar negeri melalui Agresi Militer,
sehingga terjadilah peperangan kembali antara kedua negara tersebut.
Melihat dari sudut Indonesia, terjadinya peperangan tersebut
bertujuan untuk mempertahankan kemerdekaannya, itulah sebabnya disebut sebagai
perang kemerdekaan. Masa perang kemerdekaan tersebut terjadi mulai dari tahun
1945 sampai 1949. Pada akhir tahun 1949, Belanda resmi mengakui kedaulatan
Republik Indonesia dan berdasarkan istilah pada hasil Konferensi Meja Bundar
disebut dengan penyerahan kedaulatan.
Dalam perang kemerdekaan tersebut akhirnya Belandalah yang kalah
berdasarkan perjanjian Konferensi Meja Bundar tersebut yang berhasil digelar.
Pada masa ini, periode tahun 1945-1949 dinamakan sebagai periode “Perang
Kemerdekaan”. Pada masa revolusi kemerdekaan ini, terjadi pula pemberontakan
untuk memisahkan diri dari Indonesia, yakni pemberontakan Partai Komunis
Indonesia (PKI) Madiun di tahun 1948 dan Darul Islam atau Tentara Islam
Indonesia (DI/TII).
2. Masa Republik Indonesia Serikat (RIS) (27 Desember 1949- 17 Agustus
1950)
Masa ini berlangsung sejak 27
Desember 1949 sampai dengan 17 Agustus 1950. Konstitusi Republik Indonesia
Serikat tahun 1949 kemudian menjadi dasar terbentuknya federasi dari 15 negara
bagian. Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) pada masa ini adalah Soekarno
dan Drs. Moh. Hatta sebagai Perdana Menteri. Masa ini, para menteri bertanggung
jawab kepada Perdana Menteri.
Presiden pada masa ini adalah kepala negara yang tidak didampingi
oleh seorang wakil presiden berdasarkan konstitusi RIS. Jika presiden
berhalangan hadir, maka akan digantikan posisinya oleh perdana menteri yang
tanggung jawab pemerintahan sepenuhnya berada di tangan perdana menteri dan
para menteri kabinet. Pada masa ini Indonesia masih menggunakan sistem
pemerintahan parlementer, dimana kabinet akan bertanggung jawab kepada parlemen
dan jika pertanggungjawaban kabinet tidak diterima oleh parlemen maka kabinet
harus dibubarkan atau mengundurkan diri.
Konstitusi RIS ini mengenal enam lembaga Negara, yakni presiden,
dewan menteri, senat, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Mahkamah Agung (MA), dan
Dewan Pengawas Keuangan (DPK). Sistem pemerintahan parlementer ini tidak
berlaku lama, hanya kurang lebih delapan bulan. Kemudian RIS dibubarkan dan
Indonesia kembali menggunakan sistem sebagai negara kesatuan. Pemberontakan
yang terjadi pada masa ini adalah pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil
(APRA), Pemberontakan Andi Azis dan Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS).
Berdasarkan hasil perundingan pada Konferensi Meja Bundar dengan
Belanda, Indonesia harus berubah dari negara kesatuan menjadi negara serikat.
Pada masa Republik Indonesia Serikat ini terjadi dinamika persatuan dan
kesatuan bangsa yang diwarnai dengan berbagai pemberontakan, seperti Gerakan
Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) di Bandung, pemberontakan Andi Azis di
Makassar dan pemberontakan Gerakan Republik Maluku Selatan (RMS).
3. Masa Demokrasi Liberal (17 Agustus 1945- 5 Juli 1959)
Masa Demokrasi Liberal
Indonesia dimulai sejak 17 Agustus 1950 sampai dengan 5 Juli 1959. Indonesia
pada masa ini menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia
Tahun 1950 (UUDS 1950) yang berlaku sejak tanggal 17 Agustus 1950. UUDS 1950
ini adalah bentuk perubahan dari Konstitusi RIS yang diselenggarakan sesuai
dengan Piagam Persetujuan antara pemerintah RIS dan Pemerintah RI pada tanggal
19 Mei 1950 dengan bentuk negara kesatuan Indonesia.
Karena Indonesia menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara, maka
dibentuk sebuah badan untuk merumuskan Undang-Undang Dasar. Namun, terjadi
dinamika politik yang tinggi, dan saling memaksakan kepentingan kelompok dan
golongan sehingga pembahasan Undang-Undang Dasar menjadi rumit dan berjalan
sangat lama.
Itulah sebabnya Presiden Soekarno memutuskan untuk mengeluarkan
Dekrit Presiden tanggal 5 Juli tahun 1959 dengan isi sebagai berikut:
·
Pembubaran konstituante
·
Memberlakukan kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi
UUDS 1950
·
Pembentukan MPR dan DPA sementara
Pada masa
ini terjadi berbagai pemberontakan, seperti Gerakan Darul Islam/Tentara Islam
Indonesia (DI/TII) di Sulawesi, Aceh, Kalimantan Selatan dan Pemberontakan
PRRI/Permesta.
4. Masa Orde Lama Atau Masa Demokrasi Terpimpin (5 Juli 1959- 12 Maret
1967)
Dekrit Presiden pada tanggal 5
Juli 1959 kemudian menjadi awal pada masa ini, yakni 5 Juli 1959 sampai dengan
11 Maret 1966. Presiden kembali berkedudukan sebagai kepala negara dan kepala
pemerintahan sejak berlakunya kembali UUD 1945 dan jabatan Perdana Menteri
sudah tidak berlaku lagi. Berlakunya demokrasi terpimpin ini berawal mula
dari demokrasi yang dipimpin oleh hikmat dengan kebijaksanaan dalam
permusyawaratan dan perwakilan.
Namun, semakin lama justru bergeser menjadi dipimpin oleh Presiden
atau Pemimpin Besar Revolusi. Itulah sebabnya akhirnya segala sesuatu yang
didasarkan kepada kepemimpinan pemerintahan yang dianggap sebagai penguasa.
Pada masa orde lama ini, Irian Barat bersatu dalam Negara Indonesia melalui
perjanjian Trikora. Sebelumnya, dalam perjanjian KMB, Belanda tidak mau
menyerahkan wilayah Irian kepada negara Indonesia.
Dinamika yang terjadi di masa ini adalah para pemimpin MPR, DPR,
BPK dan MA diberi kedudukan sebagai menteri, sehingga ditempatkan sebagai
bawahan presiden. Presiden kemudian membubarkan DPR Tahun 1960 dan muncul UU
No. 19 tahun 1964 sehingga presiden bisa berhak untuk mencampuri proses
peradilan. Pada masa orde lama terjadi pemberontakan besar, yakni G3OS/PKI.
5. Masa Orde Baru Indonesia (12 Maret 1967- 21 Mei 1998)
Pada masa Orde Baru ini dimulai
sejak 11 Maret 1966 sampai 21 Mei 1998. Masa Orde Baru adalah sebutan untuk
pemerintahan presidensial Indonesia dengan Soeharto sebagai presidennya.
Presiden Soekarno sudah tidak lagi menjadi presiden Indonesia sejak tahun 1966
yang menandakan berakhirnya masa Orde Lama dan digantikan oleh kekuatan baru,
yang dikenal dengan sebutan Orde Baru di bawah pimpinan Presiden Soeharto.
Para menteri pada masa orde baru berbentuk tujuh kabinet dengan
nama Kabinet Pembangunan I sampai Pembangunan 7. Namun dalam pelaksanaannya
terjadi penyimpangan-penyimpangan fatal bagi bangsa Indonesia, seperti
pembatasan hak-hak politik rakyat, pemusatan kekuasaan ditangan presiden dan
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) dalam badan pemerintahan. Karena
penyimpangan yang sangat berat tersebut akhirnya kekuasan orde baru berakhir
setelah adanya perlawanan rakyat terhadap kekuasaan Soeharto melalui gerakan
reformasi.
Tepat tanggal 21 Mei 1998, Presiden Soeharto menyatakan
mengundurkan diri sebagai presiden republik Indonesia selama 30 tahun masa
jabatannya. B.J Habibie yang ketika itu menjabat sebagai wakil presiden,
dilantik sebagai Presiden RI yang ketiga menggantikan Soeharto. Masa jabatan
Presiden B.J Habibie sangat singkat dan berakhir setelah pertanggungjawabannya
ditolak oleh sidang Umum MPR pada tanggal 20 Oktober 1999. Pada masa orde baru
terjadi integrasi bekas jajahan Portugis di pulau Timor, yakni menjadi provinsi
ke-27 Indonesia bernama Timor-Timur.
6. Masa Reformasi (21 mei 1998-Sekarang)
Masa reformasi terjadi banyak
perubahan atau amandemen atas Undang-Undang Dasar 1945 menjadi konstitusi yang
bersifat konstitusional. Amandemen ini diharapkan dapat membentuk sistem
pemerintahan yang lebih baik dan stabil daripada masa-masa sebelumnya. Amandemen
UUD 1945 telah dilakukan oleh MPR sebanyak empat kali, yakni pada tahun 1999,
2000, 2001, dan 2002.
Pemerintah konstitusional memiliki ciri bahwa konstitusi negara
berisi adanya pembatasan kekuasaan pemerintahan maupun eksekutif dan adanya
jaminan atas hak asasi manusia dan hak-hak warga Negara lainnya. Setelah
Soeharto mengundurkan diri sebagai presiden indonesia dan mulai memasuki masa
reformasi, muncul kebijakan yang berhubungan dengan kebebasan berpolitik.
Seperti adanya kemerdekaan pers, kemerdekaan membentuk partai politik,
terselenggaranya pemilu yang demokratis dan Otonomi Daerah pada tahun 1999.
Dilakukannya amandemen atau perubahan pada UUD NRI Tahun 1945 pada
masa reformasi ini termasuk mengenai penyelenggaraan negara. Salah satu tujuan
utamanya adalah agar kekuasaan presiden tidak disalahgunakan sehingga tercapai
kondisi kenegaraan yang lebih stabil. Masa reformasi Indonesia mengalami lima
kali pergantian presiden, yakni B.J. Habibie (masa memimpin 1998-1999),
Abdurrahman Wahid (masa memimpin 1999-2001), Megawati Soekarno Putri (masa
memimpin 2001-2004), Susilo Bambang Yudhoyono (masa memimpin 2004-2014) dan
Joko Widodo (masa memimpin 2004-sekarang).
Dilihat dari dinamika persatuan dan kesatuan bangsa di atas
adakalanya persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia begitu kukuh, tetapi ada
pula masa ketika dinamika persatuan dan kesatuan bangsa mendapat ujian ketika
dihadapkan oleh berbagai macam gerakan pemberontakan yang ingin
memisahkan diri dari NKRI. Segala bentuk teror yang bisa berdampak munculnya
perpecahan di kalangan masyarakat Indonesia sudah banyak terjadi dalam sejarah
Indonesia hingga saat ini. Namun sebagai generasi bangsa, kita patut bersyukur
ancaman atau gangguan tersebut tidak membuat NKRI menjadi lemah, tetapi semakin
kukuh pberkembang hingga sekarang.
Faktor
Pendorong dalam Dinamika Persatuan dan Kesatuan Bangsa
Dalam perkembanganya, ada tiga
faktor yang dapat mendorong dan memperkuat persatuan dan kesatuan Negara
Kesatuan Republik Indonesia hingga sekarang. Ketiga faktor tersebut adalah
bentuk pemersatu seluruh bangsa Indonesia yang bisa mempersatukan segala
perbedaan dan keanekaragaman yang mewarnai kehidupan bangsa Indonesia. Mulai
dari perbedaan suku bangsa, agama, bahasa dan lainnya ini bisa dipersatukan
dengan menjalankan nilai-nilai yang terdapat dalam ketiga faktor tersebut.
Sehingga perbedaan- perbedaan tersebut justru bisa semakin memperkuat persatuan
dan kesatuan NKRI. Berikut ini tiga faktor pendorong dalam dinamika persatuan
dan kesatuan bangsa Indonesia:
1. Pancasila
Bangsa Indonesia memiliki
Pancasila sebagai dasar Negara dengan pandangan hidup bangsa, pemersatu bangsa,
kepribadian bangsa, dan perjanjian luhur bangsa. Penerapan nilai-nilai
Pancasila dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia ini dapat menjadi faktor
pendorong persatuan dan kesatuan bangsa.Dalam nilai-nilai Pancasila juga tidak
hanya diperuntukkan bagi suku atau penganut agama tertentu saja, melainkan
nilai-nilai Pancasila berlaku dan menjadi pedoman hidup rakyat Indonesia tanpa
memandang perbedaan suku bangsa, agama, budaya, dan bahasa.
2. Sumpah Pemuda
Pemuda Indonesia telah mengikrarkan Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928 yang merupakan sumpah untuk menunjukkan tekad seluruh pemuda Indonesia yang memperjuangkan bangsa dalam melawan penjajah demi mempersatukan seluruh rakyat Indonesia. Isi rumusan Sumpah Pemuda memiliki nilai utama, yakni satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa, yakni Indonesia. Kehadiran Sumpah Pemuda kemudian menjadi sangat penting di tengah gempuran berbagai isu yang dapat memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, bahkan sampai sekarang.
3. Bhinneka Tunggal Ika
Grameds pasti sudah tidak asing
dengan Semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang sangat penting bagi negara Indonesia
dengan beragam suku, bangsa, budaya, bahasa, dan agama. Bhinneka Tunggal Ika
memiliki makna walau berbeda-beda tetap satu jua. Walaupun negara Indonesia
adalah bentuk negara yang majemuk dan multikultural, namun tetap tidak terpecah
belah, yakni tetap bersatu demi keutuhan NKRI.
Faktor Penghambat dalam Dinamika
Persatuan dan Kesatuan Bangsa
Selain faktor pendorong, ada
pula faktor yang dapat menghambat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia,
seperti berikut ini:
1. Kebhinekaan/Keberagaman
pada Masyarakat Indonesia yang tidak diiringi oleh sikap saling menghargai,
menghormati, dan toleransi yang telah menjadi karakter khas masyarakat
indonesia. Hal ini bisa terjadi perbedaan pendapat yang lepas kendali, adanya
perasaan kedaerahan yang berlebihan, sehingga bisa memicu terjadinya konflik
antardaerah atau antarsuku bangsa.
2. Letak geografis
indonesia yang terdiri dari pulau-pulau dan kepulauan memiliki karakteristik
yang berbeda-beda, sehingga berpotensi untuk memisahkan diri. Contohnya daerah-
daerah yang paling jauh dari ibu kota, atau daerah yang besar pengaruhnya dari
Negara tetangga atau daerah perbatasan. Selain itu daerah yang mempunyai
pengaruh global yang besar, seperti daerah wisata atau daerah yang memiliki
kekayaan alam yang sangat berlimpah.
3. Adanya gejala
Etnosentrisme yang merupakan sikap menonjolkan kelebihan budayanya dan
menganggap rendah budaya suku bangsa lain.
4. Melemahnya
nilai- nilai budaya Bangsa sehingga memperkuatnya pengaruh budaya asing yang
tidak sesuai dengan kepribadian bangsa, baik melewati kontak secara langsung
maupun kontak tidak langsung.
Sumber: https://www.gramedia.com/literasi/dinamika-persatuan-dan-kesatuan-bangsa/
Komentar
Posting Komentar