PERANG SALIB


A.  PENDAHULUAN
1.    Latar Belakang
Perang Salib merupakan perang untuk memperebutkan Yerussalem. Perang ini kemudian meluas menjadi konflik antar agama paling dahsyat sepanjang sejarah. Dimulai sejak kaum Kristiani yang direstui Paus atas nama agama Kristen berusaha merebut kembali wilayah Yerussalem dan “Tanah Suci” dari kekuasaan Islam. Perang ini berlangsung selam beberapa periode dari abad ke-9 hingga abad ke-16 Masehi. Perang Salib pertama dilancarkan pada tahun 1095 oleh Paus Urban II dan berakhir pada tahun 1291.
Perang ini mencuatkan nama Salahudin Al-Ayyubi dan Richard “The Lion Hearth” sebagai pahlawan di kedua belah pihak. Perang ini sedikit banyak memberikan pengaruh dalam mengantarkan Eropa menuju zaman Renaisans. Hingga saat ini, istilah Perang Salib masih dipakai unuk menunjukkan konflik antar agama yang berlangsung hingga saat ini (Iqbal, 2010:69).
Perang Salib, suatu peperangan yang dilancarkan oleh orang-orang Kristen Barat terhadap kaum Muslimin di Asia Barat dan Mesir, yang dimulai pada akhir abad ke-11 sampai akhir abad ke-13. Peperangan ini dilatarbelakangi beberapa faktor. Philip K. Hitti berpendapat bahwa latar belakang terjadinya Perang Salib karena reaksi dunia Kristen di Eropa terhadap dunia Islam di Asia, yang sejak 632 melakukan ekspansi, bukan saja ke Syiriah dan Asia kecil; tetapi juga Spanyol dan Sicilia. Faktor lain adalah keinginan mengembara dan bakat kemiliteran suku Teutonia yang telah mengubah peta Eropa sejak mereka memesuki lembaran sejarah penghancuran gereja. Holy Sepulchere adalah sebuah gereja yang didirikan di atas makam Yesus dikubur, pembangunannya dilakukan oleh Khalifah Tathimiyah al-Hakim pada tahun 1009, sedangkan gereja merupakan tujuan dari beribu-ribu jemaah Eropa. Perlakuan tidak wajar terhadap jemaah Kristen yang akan ke Palestina melalui Asia kecil oleh penguasa Saljuk. Faktor lain, tahun 1095 terulang permintaan bantuan kepada Pope Urban II, oleh kaisar Bizantium, Alexius Commenus yang daerah-daerahnya di Asia sampai ke pantai Marmora telah ditaklukkan oleh bangsa Saljuk. Bahkan Konstatinopel ikut terancam. Dengan permintaan ini, Paus melihat kemungkinan untuk mempersatukan kembali gereja Yunani dan Romawi yang terpecah, sekitar tahun 1009-1054.
Tanggal 26 November 1095 di Clermont (Prancis Tenggara), Paus Urbanus II menyampaikan pidato yang berapi-api untuk membakar semangat kaum Kristen, dihadiri 225 pendeta besar serta para tokoh masyarakat di Eropa Barat. Dalam pidatonya, Paus “menyerukan kepada seluruh kaum Kristen agar ikut serta dalam perang suci untuk merebut kuburan suci dari tangan Muslim, serta menaklukkan mereka, karena Tuhan menghendaki demikian,” katanya. Selanjutnya Paus menegaskan bahwa orang-orang yang berperang, harta dan keluarganya akan dilindungi oleh geraja. Bagaimanapun besarnya dosa pahlawan akan diampuni. Mati dalam peperangan atau akibat perang adalah mati suci, masuk surga. Pada tahun 1097 berkumpul di Konstatinopel sebanyak 150.000 orang, sebagian besar mereka berasal dari Prancis dan Normandia. Mereka manggunakan simbol salib, karena perang tersebut disebut Perang Salib. Selanjutnya pidato Paus ditutup dengan ucapan “deus vult” (Kehendak Tuhan). Teriakan deus vult menggema dan menimbulkan ketularan psikologi di kalangan orang-orang Kristen Eropa. Maka beduyun-duyun raja Kristen di Eropa untuk mendaftarkan diri, kemudian diikuti oleh rakyat jelata, bahkan perampok, pembegal, dan penyamun, karena ingin membebaskan dosanya dan masuk surga (Susmihara, 2013:306-307).

2.    Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah:
  1. Bagaimanakah Eropa sebelum Perang Salib?
  2. Bagaimanakah terjadinya Perang Salib? 
  3. Bagaimanakah akibat dari Perang Salib?
  4. Bagaimanakah Profil Shalahuddin Al-Ayubbi (Saladin)?
3.    Tujuan
Adapun tujuan pada penelitian ini adalah:
  1.  Untuk mengetahui Eropa sebelum Perang Salib.
  2. Untuk mengetahui terjadinya Perang Salib.
  3. Untuk mengetahui akibat dari Perang Salib.
  4. Untuk mengetahui Profil Shalahuddin Al-Ayubbi (Saladin).
4.    Manfaat
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
  1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan pengembangan wawasan keilmuan mengenai sejarah Perang Salib sebagai materi ajaran Sejarah Asia Barat Daya di Program Studi Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FKIP Universitas PGRI Palembang. 
  2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadikan acuan atau rujukan untuk menganalisis sebagai materi ajaran Sejarah Lokal di Program Studi Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FKIP Universitas PGRI Palembang.

B.  PEMBAHASAN
Menurut beberapa ahli sejarah, Perang Salib berawal dari benih-benih permusuhan kaum Kristiani terhadap umat Islam, setelah Dinasti Saljuk dapat merebut Baitul Maqdis pada tahun 471 H. Kaum Kristiani merasa kesulitan dalam melakukan ziarah ke tanah sucinya.
Hal ini ditunjukkan dengan adanya rombongan peziarah di bawah pimpinan Mitaz pada tahun 1064 M yang memimpin 7.000 peziarah bersenjata lengkap, lantaran termakan isi bahwa penguasa Yerussalem (waktu itu Bani Saljuk) telah melakukan penganiayaan terhadap para peziarah yang beragama Kristen. Hal inilah yang membuat para peziarah menjadi cemas sehingga mereka wajib mempersenjatai diri ketika berziarah.
Maka unuk memperoleh kembali keleluasaannya, Paus Urbanus berseru kepada kaum Kristiani di Eropa untuk melakukan perang sucu, yaitu memerangi kaum Muslimin di Palestina secara berulang-ulang dengan tujuan membersihkan tanah suci mereka (Yerussalem). Perang ini kemudian dikenal dengan Perang Salib (Iqbal, 2010:70).

Eropa Sebelum Perang Salib
1.    Kondisi Politik
Runtuhnya kekaisaran Romawi tahun 476 oleh Jerman, yang kemudian dikuasai sampai abad ke-11 merupakan masa suram bagi Eropa, karena setelah itu terjadi degradasi politik, ekonomi dan kebudayaan. Ekonomi memang pernah berjaya dan mengalami zaman keemasan anatar abad ke-8 sampai abad ke-9. Akhir abad ke-9 bersamaan dengan bergeraknya bala tentara Viking meninggalkan Eropa utara menuju Eropa barat dan membakar kota-kota dan pusat-pusat peradaban yang mereka lalui. Bersamaan dengan itu, masuk pula tentara Honggaria ke bagian tengah Eropa sampai wilayah Jerman Timur, pasukan ini juga membakar dan merusak pusat-pusat peradaban Eropa, yang mereka lalui hingga Eropa saat itu mengalami kekacauan politik yang berkepanjangan.
Sementara itu, tentara muslim mulai bergerak di bagian timur Eropa jauh sebelum kedua pasukan di atas memporak-porandakan Eropa, yakni sekitar tahun 711 M. Tentara muslim berhasil menurunkan Raja Roderick orang-orang Visigoth dan menghancurkan pusat pemerintahannya di Spanyol. Kemudian di Italia terjadi pertikaian para pemimpin Lombard yang memberi alasan bagi intervensi tentara muslim ke Italia. Tahun 841 dan 847 M pasukan Islam behasil menduduki dari bagian uatar Brindinsi di Adriatik. Spanyol Islam mengalami kejayaan pada masa pemerintahan Abdul Rahman III tahun 912-961 M. Tahun 846 dan 849 M. Paus Johanes VIII (872-882) harus membayar upeti pada tentara muslim untuk mendapat jaminan keamanan. Invasi atas Spanyol dan Sisilia memberi arti bahwa sewaktu-waktu Isalm hadir di daerah kawasan pinggiran kekuasaan Kristen Latin. Gerakan Perang Salib dianggap sebagai reaksi yang besar terhadap kehadiaran Islam di Eropa. Tapi pusatnya justru di bagian utara Prancis, yang jauh dari kontak langsung dengan Islam. Perjalanan pulang-pergi orang-orang Prancis antara Prancis Spanyol, rupanya masih berbekas kenangan kejayaan Charles Martel tahun 732 dan kampanye Charlemagne sewaktu bertemu dengan pasukan muslim. Charlemagne telah menjalin hubungan dengan cara diplomatik pada khalifah di Bagdad, juga dengan musuh khalifah tersebut gubernur Dinasti Umayyah di Spanyol melalui saluran ini beberapa pengetahuan tentang pusat dan kuatnya dunia Islam sampai ke telinga orang Eropa (Noor, 2014:247-248).
Ketika berada di Cordoba mereka memperoleh informasi tentang Islam dan kondisi umat Kristen di bawah pemerintahan muslim, dan hal ini telah menyebar ke mana-mana, sehingga orang-orang utara bagian Prancis di Flanders dan Jerman begitu berapi-api memusuhi kaum muslimin sebagai musuh besar orang Kristen Eropa. Perkembangan selanjutnya terjadi praktek kunjungan ziarah ke Compostela dan tanah suci Yerussalam, pada awalnya para peziarah ini tidak memakai senjata, karena memang tidak boleh membawa senjata.
Peziarah membawa senjata alasannya untuk membela diri kalau diserang perampok dari lperjalanan ziarah, hingga orang-orang kafir tidak bisa menggangu peziarah Kristen. Alur pikiran seperti ini akhirnya mengarah pada perang salib, sebelum benar-benar terjadi Perang Salib antara 1095-1291 (Watt, 1995: 1-18).
Jadi kesimpulannya, keadaan politik Eropa sebelum Perang Salib banyak didominasi ketakutan yang tidak beralasan dari Eropa terhadap muslim, sampai pada proses penaklukan kembali Spanyol dan Sicilia oleh orang Kristen Eropa.
  
2.    Kondisi Ekonomi
Kondisi perekonomian Eropa pada saat itu bisa kita lihat dari aktivitas perdagangan yang berlaku, dimana masih didominasi ekonomi feodal, karena sebagian besar Laut Tengah masih dikuasai angkatan laut muslim. Akibatnya Eropa Barat lebih melihat ke uatar daripada ke Laut Tengah. Pemindahan barang dagangan yang menyeberangi Laut Tengah dilakukan oleh orang-orang Italia yang segera diikuti oleh orang-orang Genoa dan Pisa. Karena Genoa dan Pisa adalah pelabuhan yang baik bagi barang-barang dari utara. Dalam sifatnya yang khas, kontak perdagangan antara Eropa dan dunia Islam memperlihatkan kemiripan dengan perdagangan kolonial abad ke-19 dan ke-20, dengan pengecualian bahwa yang pertama di atas adalah Eropa yang berada sebagai kolonial.
Barang-barang yang diperlukan waktu itu adalah industri tekstil yang memerlukan bahan mentah bagi Eropa dan kayu serta besi untuk kapal bagi dunia muslim. Perekonomian dan kemakmuran kawasan Eropa yang mulai meningkat pada abad ke-11 telah mengakibatkan munculnya gerakan perang salib (Noor, 2014:249).

3.    Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya Eropa ini tidak akan lepas dari pengaruh budaya-budaya Abad Pertengahan, untuk itu coba lihat dari aspek:
a.    Aspek Agama
Kekuasaan gereja yang sangat berlebihan saat itu mendominasi segala aspek kehidupan Eropa, terutama sejak terjadinya pertentangan antara Ortodok dengan Katholik kekuasaan Paus mulai menjadi tidak terbatas pada hal-hal religi saja. Sebagai contoh ketika Kaisar Henry IV mengunjungi Paus di Canossa, Paus tidak tidak memperkenalkannya masuk kota, kecuali atas restu dari para uskup. Akhirnya Kaisar boleh masuk dengan menyatakan taubat pada Paus dan Paus mengampuni segala doas-dosanya. Pada masa Paus Inocent II (1198-1216), moral pra Uskup dan Paus mulai goyah mereka menerapkan pajak yang sangat tinggi pada rakyat untuk kepentingan kantong mereka sendiri. Konsekuensinya rakyat mulai hilang kepercayaannya pada gereja, Paus dan para uskup.
  
b.   Ilmu Pengetahuan
Perasaaan rendah diri, yang menyertai orang eropa Barat ketika mereka berhadapan dengan peradaban Islam, memiliki sejumlah segi. Teknologi Islam unggul dalam hal-hal tertentu atas teknologi Eropa, dan terdapat kemewahan yang lebih banyak bagi kaum muslimin yang kaya-raya. Diakui atau tidak memang Eropa saat itu masih jauh tertinggal kemajuannya, khususnya ilmu pengetahuan dari orang-orang muslim. Hal ini karena ilmuan yang ada di Eropa masih dipengaruhi oleh doktrin-doktrin gereja yang sangat mengikat mereka saat itu. Karena segala penafsiran dari pihak gereja, masalah ini kemudian merambat ke scal geografi, sejarah, astronomi, metafisika dan lain-lain. Ilmuan dilarang mengemukakan teori-teori yang bertentangan dengan dogma gereja, kalau tidak ilmuan ini akan dihukum seperti yang terjadi pada Galileo.
Akibatnya, terjadi pertentangan anatar ilmuan dan pihak gereja, ilmuan berani membantah teori yang dikemukakan oleh gereja. Bagi ilmuan hal ini merupakan suatu kemajuan sedangkan bagi gereja semua ini mereka pertahankan kebenarannya sudah berakhir. Setelah orang-orang Kristen berhasil merebut Toledo tahun 1085, Sicilia tahun 1091 pada saat penaklukan kembali Spanyol dari oarng-orang Muslim. Orang Eropa baru menyadari betapa banyak yang harus mereka pelajari dari orang-orang Muslim, hal ini makin membuka mata orang Eropa setelah terjadinya Perang Salib.

4.    Pertahanan dan Militer
Sejak kaum Muslimin memperluas wilayahnya ke daerah Lauh Tengah, sejak itu dimulai konfrontasi anatar kaum Muslimin dan Nasrani. Bentrokan berlangsung di daerah Asia Kecil, Spanyol dan Afrika Utara serta Pulau Cisilia dan Krit. Menjelang abad ke-9 Eropa Barat sibuk mempersiapkan pasukannya untuk merebut kembali Baitul Maqdis. Fakta sejarah telah menunjukkan sejak revolusi Malazgirt terhadap Byzantium dan Romawi Timur pada 1071, pihak Byzantium sudah meminta bantuan Uskup Agung di Roma untuk menentang kaum Muslimin. Hal ini dapat dibuktikan dengan tindakan Kaisar Michael pada 1079 meminta bantuan pada Paus Gregory VII (1085) untuk mneyelamatkan Byzantium masalah pertikaian antara pihak gereja barat dan pihak gereja timur.
Permintaan Michael ini dikabulkan oleh Paus, dan ia berusaha untuk mempengaruhi para pembesar Eropa untuk membantu Byzantium di wilayah timur dari serbuan Muslimin. Tapi usaha Paus ini tidak ditanggapi oleh pemimpin Eropa, karena mereka sibuk mengurusi pertikaian aliran sekulirisme Kristen, hingga akhirnya Byzantium dengan sangat terpaksa mempertahankan diri sendiri dari serbua Muslimin.
Sementara pertikaian anatar kaum feodal dan penguasa semakin menjadi, yang membuat rasa tak aman bagi rakyat, sedangkan penjarahan dan perampokan serta pembunuhan semakin merajalela yang merupakan pemandangan sehari-hari di tiap sudut kota dan desa. Semua orang telah masuk dalam sebuah lingkaran ketakutan yang nyaris tanpa batas menuju puncak situasi yang terburuk selama hidupnya.
Keadaan yang terus memburuk yang diderita bangsa Eropa pada saat itu baik secara ekonomi, politik akhirnya memicu antusiasme kaum proletar untuk menyambut seruan bergabung dalam Perang Salib, sebelum terjadinya Perang Salib yang sebenarnya. Saat itu hanya ada dua pilihan yang sulit yakni mati karena kelaparan dan ketakutan atau mati karena membala dan memperjuangkan misi agama. Hal ini sebagai akibat dari serbuan dua bangsa tadi di Eropa seperti telah dikemukakan di dalam bidang politik di muka (Watt, 1995: 63-80. Lihat pada Al Kilany, 1993: 103-114, juga Asyur, 1993: 23-38).

Perang Salib
1. Pengertian Perang Salib
Perang Salib adalah gerakan segenap kaum Kristen di Eropa yang pergi memerangi kaum Muslimin di Palestina secara berulang-ulang sejak abad ke-11 sampai abad ke-13 untuk membersihkan tanah suci dari kekuasaan kaum Muslimin serta bermaksud mendirikan gereja dan kerajaan Latin di Timur. Menurut Yahya Harun, dikatakan salib karena:
            Setiap orang Eropa yang ikut bertempur dalam peperangan memakai tanda salib di dada kanan. Sebagai tanda bukti kesucian cita-cita mereka dan ajakan peperangan di Palestina (Harun, 1987:4).

2.    Sebab-sebab Yang Menimbulkan Perang Salib
a.       Protes besar kaum Nasrani (eropa) terhadap wilayah Yerussalem yang merupakan kota suci umat Kristen yang dikuasai oleh umat Islam. Padahal pada waktu itu masyarakat Eropa banyak yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh undang-undang gereja dan banyak berbuat dosa. Untuk mensucikan diri dan bertobat dari dosa-dosa tersebut, manusia harus banyak berbuat kebajikan dan berbakti. Salah satu yang utama adalah berziarah ke makam Nabi Isa di Yerussalem.
b.      Adanya keinginan dari Paus Gregory VII untuk menguasai seluruh alam agar berada pada kekuasaan Kaum Masehi (Kristiani). Maka rencana yang mesti dilaksanakan adalah menganjurkan kaum gereja supaya bertempur di medan peperang an agar menyapu habis seluruh umat Islam dari tanah suci Palestina serta menundukan gereja-gereja di Timur.
c.       Keinginan dan cita-cita dari kaum Kristen di Eropa untuk mendirikan kerajaan Latin di Timur.
Sedangkan sebab langsung yang mendorong terjadinya peperangan ini adalah karena wilayah Konstantinopel telah lama dikuasai oleh orang Islam, yaitu Bani Saljuk (Turki) pada bernama Alexius meminta bantuan kepada Paus Urbanus II untuk mengusir Sani Saljuk dari Eropa bagian Timur. Pada 1095, Paus Urbanus II berpidato di Clermount, isi pidatonya yang utama adalah membangkitkan semangat orang-orang Roma untuk menyerbu Konstantinopel (Noor, 2014:254-255).

3.    Tiga Hal Yang Memudahkan Terjadinya Perang Salib
a.       Terpecah belahnya Kerajaan Bani Saljuk dan hilangnya persatuan umat Islam.
b.      Berdirinya Kerajaan Venicia, Genoa dan berkuasanya bangsa Normandia di Selatan Italia, dan di Kepulauan Sicilia, yang merupakan faktor amat penting bagi kekuatan kaum salib, dan memudahkan mereka untuk menyeberangi Laut Tengah.
c.       Berpengaruhnya Paus terhadap raja-raja di Eropa Barat yang semua perkataannya di terima begitu saja oleh masyarakat dan diamalkan oleh pemerintahan negeri (Noor, 2014:255).

4. Perang Salib I-VII
a)   Perang Salib I
Periode pertama Perang Salib disebut sebagai periode penaklukan. Jalinan kerja sama antara Kaisar Alexius I dan Paus Urbanus II, berhasil membangkitkan semangat umat Kristen. Terlebih setelah pidato Paus Urbanus II yang intinya kewajiban untuk melakukan Perang Salib begi umat Kristiani sehingga terbentuk kaum Salibin.
Haslinya adalah sebuah ekspedisi militer teroganisir yang sanggup mengalahkan pasukan Islam, sehingga tentara Salib berhasil menduduki Palestina (Yerussalem) pada tanggal 7 Juni 1099. Dengan kemenangan tersebut, tentara Salib mendirikan empat kerajaan Kristen yaitu di tanah suci Baitul Maqdis, Enthiohie, Rana dan Tripolisyam, sedangkan Nicola dekembalikan pada Kaisar Byzantium (Iqbal, 2010:70-71).
b)   Perang Salib II
Melihat kekalahan umat Islam muncul seorang tokoh Islam bernama Attabeg Nuruddin Zanggi. Karena kebijaksanaannya pada 1144 M dapat merebut Edessa dan berhasil menaklukkan kota  Damaskus. Tahun 1147 M terjadi huru-hura di Edessa dan pada 1148 M, Nuruddin berhasil memadamkan setiap pemberontakan yang terjadi. Mendengar kemenangan Nuruddin Zanggi kaum Salib menghidupkan peperangan dan sebelum sampai menyerang kota Damaskus, kepala pasukan mereka Louis dan Canrad, kembali ke Eropa karena terkejut dan takut melihta kekuatan Saifuddin dan Nuruddin (Noor, 2014:256).
c)    Perang Salib III
Tahun 1189 sampai 1192 M, angkatan Salib III dipimpin oleh tiga raja besar, yaitu kaisar Frederik Barbarossa dari Jerman, Philips Agustus dari Prancis dan Richard Leon Heart dari Inggris. Pada 1189 M, kaisar Jerman bergerak lebih dahulu dengan menempuh jalan Magiyar bahkan terus ke Asia Kecil, Armenian di Cicilia. Disana ia menyeberang sungai. Saat menyerang ia hanyut dibawa air dan mati. Selanjutnya tentara dipimpin oleh putranya, namun dalam perjalanan ia mangat juga.
Perang Salib III merupakan peperangan yang menjadi epos dalam masyarakat Islam, maupun bagi kaum Kristen. Dalam perang ini, menampilkan perseteruan dua ksatria: Saladin dan Richard. Strategi militer, diplomasi dan kemampuan personal, menjadi bahan kajian penting dalam memahami realitas politik dan psikologis dari Perang Salib tresebut.
Sementara itu tentara Salib memusatkan kekuatannya untuk mengepung pasukan Islam di Aka. Kota Aka jatuh ke tangan tentara Salib karena mendapat bantuan dari Richard Leon dan akhirnya Philip meninggalkan Syam pulang ke Prancis. Dalam pertempuran di Arsuf, Richard menang melawan Salahuddin, kemudian diadakan perjanjian di Ramla (1192) ang isinya Baitul Maqdis dikuasai oleh tentara Salib. Sesudah peristiwa itu Richard kembali ke Inggris, tetapi di tengah perjalanan ia ditawan oleh Leopold dan diserahkan kepada raja Henry VI, setelah membayar uang tebusan, maka ia dilepaskan. Pada 1193 M, Salahuddin wafat, setelah berhasil merebut kembali Baitul Maqdis. Penggantinya adalah Sultan Maliku’ Adil. Sejak itu patahlah kekuatan kaum Salib (liha Reston, 2007).
d)   Perang Salib IV (1204-1206)
Angkatan Perang Salib IV terdiri dari anak-anak yang amat berpengaruh oleh ras agama, hendak mengadakan perang Salib pula. Mereka ingin mengambil Baitul Maqdis kembali. Terutama anak-anak di Jerman dan Prancis. Kepala perangnya telah dipilih. Anak-anak dari Jerman dapat disuruh pulang oleh Paus. Tetapi anak-anak Prancis terus saja ke Pelabuhan Marseille dengan tidak terlarang. Namun hal itu dapat diketahui oleh saudagar-saudagar budak. Setelah dijanjikan bahwa mereka akan dibawa berlayar ke Baitul Maqdis, mereka pun disuruh naik kapal, terus berlayar ke negeri yang jauh, dijual bagai budak dan banyak yang dibeli dan diangkat anak dan dIslamkan oleh orang-orang Islam.
Sedianya akan dinginlah gerakan Perang Salib itu. Tetapi lantaran kerajaan yang didirikan salahuddin itu telah pecah dan amat besar pertentangan di antara satu raja dengan raja yang lain karena perebutan kekuasaan, timbul pula semangat bangsa Jerman dan Magyar untuk menyusun kembali angkatan perang untuk merebut kembali Baitul Maqdis (Noor, 2014:257-258).
e)    Perang Salib V (1219 - 1212 M)
Peristiwa yang menjadi perenggang angkatan Perang Salib V ini, adalah adanya perpecahan di kalangan Kerajaan Ayyub setelah meninggalnya Salahuddin Yusuf bin Ayyub. Pemerintahan Kerajaan Ayyub di Mesir waktu itu dipegang oleh Sultan Al Malikul Adil. Sedang yang menjadi panglima Perang Salib V itu adalah Jean de Brunnas. Tentara Adil berlabuh di Nablus, lalu dituruti oleh tentara salib. Melihat kekuatan tidak seimbang, Al Adil mundur. Maka tentara salib pun mulailah mengganas dan menyerang mereka sampai ke batas negeri Sudan. Adapun negeri-negeri Nablus, Bisan dan lain-lain dibunihanguskan, harta benda dirampas, penduduk dibunuh. Sampai juga mereka dan menduduki Dimyat, rupanya hendak merampas Kota Almanshurah yang didirikan Sultan Al-Kamil.
Setelah tentara salib bertahan di Dimyat, satu setengah tahun terus menyerbu Mansyuriah. Terjadi peperangan dan pertempuran yang hebat di kota yang baru didirikan oleh Al-Kamil itu. Tiba-tiba dengan amat nekat tentara Islam merusakkan satu pematang dari tepi Sungai Nil. Padahal air ketika itu sedang naik. Maka mengalirlah air besar penghambat tempat iru dari pantai Dimyat dan terputus kiriman makanan dan bala bantuan. Maka sangatlah ketakutan kaum salib, sehingga datang minta bantuan dan menyerah serta mengabulkan apa saja yang diminta oleh pihak Islam. Kaum salib mneyerah, lalu daerah Dimyat diserahkan kembali dan perdamaian dibuat. Mereka disuruh pulang kembali ke negerinya, harta bendanya ditinggal jadi kekayaan kaum Muslimin. Dengan sekali meruntuhkan pematang sungai Nil saja, yang dikerjakan dengan untung-untungan pula, terlepaslah Mesir dan Syam dari bahaya mereka, dan adalah lamanya angkatan kelima ini di tanah Islam di antara Mesir dan Syam 40 bulan 14 hari. Dengan demikian Mesir dan Syam selamat dari bahay Perang Salib.
f)    Perang Salib VI
Sudah lama Frederick II berjanji untuk melakukan peperangan salib dengan Paus Innocent. Ketika Frederick sudah siap untuk perang, ia dibenci gereja dan iapun mengadakan kerja sama dengan raja Kamil. Raja Kamil menjaga kota Damiete dan Kairo dengan syarat:
1)   Raja Kamil bersedia menyerahkan Baitul Maqdis kepada Frederick, asal hak kaum Muslimin di tanah suci tetap dipelihara. Sebaliknya Frederick berjanji akan menolong raja Kamil guna melawan musuh yang terdiri dari kaum Muslimin maupun Kristen.
2)   Frederick berjanji, bahwa dia tidak akan menigirim bantuan kepada kaum Kristen yang ada di Syam. Tetapi perjanjian ini diketahui rakyat maka kaum Muslimin dan Kristen sama-sama mengingkarinya. Walaudemikian raja Kamil dan Frederick mufakat menerima syarat itu, dan Frederick mengangkat diri sebagai raja dan ia diserang kaum Kristen terpaksa kembali ke Eropa dan ia minta ampun dari hokum gereja dan Baitul Maqdis tetap di bawah kekuasaan Kristen hngga direbut oleh Raja Shalahuddin Al Ayyubi 1244.
g)   Perang Salib VII
Sebelum Touran Syah memperbaiki politik dalam negeri dilakukan pertama kali adalah mengatur kekuatan persenjataan. Jadi semua perahu terpindah ke Damiate dengan unta. Damiate sudah ditaklukan St. Louis IX karena tentara Louis.
Terus diadakan pengejaran sampai kaum salib habis akal dan banyak kaum Louis yang mati terbunuh. Sesudah Touran Syah berkuasa, ia dibunuh oleh pasukan Bani Seljuk (Mamluk) karena terlalu keras mengendalikan pemerintahan. Kaum salib dulunya lemah dank arena pimpinan Seljuk (Mamluk) mereka jadi kuat.
Sesudah tentara Ayyubi berkuasa di Baitul Maqdis, kekuasaan salib nayris habis. Kerajaan Mongol berdiri di Timur. Kaum salib eminta bantuan Mongol untuk menaklukkan kaum Muslimin, tapi salah seorang kaum Bani Seljuk (Mamluk) muncul terlebih dahulu dan terjadilah pertempuran  Ai-Nur Jalut (Syam). Tahun 1262 Sultan Baybars muncul guna membangkitkan masa Shalahuddin dan seluruh kota dan benteng direbutnya. Sejak saat itu masa kaum salib di seluruh benua Timur habis.

5. Akibat Perang Salib Bagi Eropa
a)    Bangsa Barat (Eropa) mulai sadar terhadap kemajuan yang dicapai dunia Timur, terutama dalam bidang ilmu pengetahuan, sehingga orang Barat berdatangan ke Timur untuk belajar dan menggali ilmu tersebut. Kemudian mereka sebarluaskan ke eropa, sehingga di sana perkembangan ilmu pengetahuan menjadi pesat setelah jangka waktu yang tidak
b)   dap berita-berita pembukaan negeri baru yang dibawa oleh kaum salib ke Eropa seketerlalu lama.
c)    Manusia mulai kritis terhambalinya mereka dari peperangan di Timur. Sebagai bukti keinsyafan mereka ituialah, berita perjalanan Marcopolo dalam langkah awal bagi perjalanan Colombus ke Amerika pada 1492 M.
d)   Raja-raja di Eropa mulai insyaf tentang manfaat persatuan demi mencapai cita-cita luhur bagi negaranya dan untuk memperkuat kekuasaan Paus dikemudian hari.
e)    Bangsa Barat dapat mengenal kebudayaan Yunani Kuno yang telah disederhanakan dan diterjemahkan oleh sarjana-sarjana Islam, sehingga mereka mendirikan madrasah untuk mempelajari bahasa Timur (bahasa Arab) di Paris abad ke-11.
f)    Bangsa Eropa dapat menemukan jalan ke Timur dan menambah ramainya kota dagang Genoa dan Venesia. Hal itu menjadikan majunya bangsa Barat dalam bidang ekonomi dan semakin banyak pula berdiri kota-kota di Eropa. Terutama yang menjadi pusat perniagaan dan semakin kuat kedudukan raja-raja disana, sehingga menjadi sebab bertambah meluasnya system pembagian tanah.
g)   Timbulnya nafsu besar bagi bangsa Eropa untuk mendapatkan kekayan dari negeri Timur. Semua itu membuat mereka memainkan peranan dalam perniagaan internasional.
h)   Kontak perdagangan anatar Timur dan Barat semakin ramai dan pesat. Demikianlah bangsa Eropa yang ikut berperang setelah kembali berusahamengembangkan pengetahuannya yang didapatnya dari Timur di negerinya sendiri. Akhirnya timbullah aliran baru di Eropa sebagai respon atas apa yang diperolehnya di Timur. Contohnya adalah timbulnya aliran Renaissance dan Humanisme (Harun, 1987:1-30)

Akibat Perang Salib
Perang Salib yang terjadi pada abad ke-11 sampai abad ke-13 sangat besar pengaruhnya bagi dunia Barat. Pengaruhnya terjadi dalam lapangan seni, pertanian, industry, perdagangan, ilmu pengetahuan dan kesusasteraan, antara lain ialah:
1.    Bertambahnya Kerajaan Byzantium, yaitu sebagian besar dari Asia kecil yang telah ditaklukkan kaum Salib dan diserahkan kembali kepada Kerajaan Byzantium, sehingga sanggup menahan dan menghalang penyerangan Bani Seljuk (Mamluk) ke Eropa.
Semakin banyak berdiri kota-kota di Eropa, terutama kota-kota yang menjadi pusat perniagaan dan semakin kuat kedudukan raja-raja di sana sehingga menjadi sebab bertambah meluasnya sistem pembagian tanah serta perselisihan yang sering terjadi di antara mereka kini berkurang. Di antara kota-kota yang termasuk pada waktu itu adalah Italia yang berfungsi sebagai penghubung antara Timur dan Barat, di mana dari kota ini barang-barang dan hasil bumi dari dari Timur bisa dikirim keseluruh Eropa. Seperti pohon rumput sesan, pohon korob (sebangsa sukun), sekoi, padi, semangka, obrikos atau yang biasa dikenal dengan prem dari Damaskus. Pada abad ke-12 orang-orang Barat mulai banyak berjumpa dengan makanan-makanan baru, minyak wangi, rempah-rempah dan lain-lain, seperti; kemenyan dan getah Arab yang harum, bunga mawar Damaskus, rempah-rempah dari Parsi menjadi kesukaan orang-orang Barat. Tawas dan gaharu serta cengkeh, juga lada diimpor dari Timur untuk bumbu masakan mereka. Sejak saat itu sesuatu pesta belum terasa sempurna, kalau tidak ada hidangan-hidangan yang berbumbu. Di Mesir mereka mulai membiasakan memakan jahe. Yang terpenting dari semua itu adalah gula. Mereka yang dulunyamemaniskan makanan dengan madu, setelah mengadakan hubungan dengan dunia Timur, mereka mulai mengenal gula sebagai pemanis makanan mereka. Hal ittu bermula ketika tenatar salib yang berasal dari Prancis melihat anak-anak mengisap air tebu di pantai Syria, maka sejak saat itu mereka mengenal tanaman tebu sebagai bahan pembuat gula. Gula inilah barang luks yang pertama kali didatangkan ke dunia Barat, disaring dari air mawar, bunga lembayung atau bunga lainnya serta segala manisan-manisan dan gula-gula.
2.    Banga Barat mulai sadar akan kemajuan yang dicapai dunia Timur dalam bidang ilmu pengetahuan. Kemajuan peradaban Islam mulai abad ke-7 hingga abad ke-14 belum pernah tertandingi oleh kemajuan peradaban bangsa manapun. Ilmu pengetahuan yang disumbangkan kepada Eropa merupakan ilmu pengetahuan warisan kebudayaan Parsi Tua dan kebudayaan Yunani Kuno dengan memasukkan unsure-unsur kebudayaan baru yang bernafaskan Islam. Kebesaran minat dan semangat umat Islam dalam mengembangkan kebudayaan tersebut, menurut Philip K. Hitty:…”Yang dicipta oleh bangsa Arab bukan hanya suatu kerajaan, tetapi juga suatu kebudayaan. Mereka adalah ahli waris kebudayaan lama yang berkembang di tepi Sungai eufrat dan Tigris, di Lembah Sungai Nil dan di pesisir Laut Tengah. Kemudian cirri dan watak kebudayaan Yunani juga dipelajarinya dan dikembangkannya. Oleh karena itu, merekalah sebenarnya yang menyebarkan pengaruh kebudayaan ini ke Benua Eropa pada Abad Pertengahan, sehingga Eropa menjadi bangun dari tidurnya yang panjang, lalu timbul Renaissance yang terkenal istilahnya hingga kini.” Maka orang-orang Barat berdatangan ke Timur untuk belajar menggali ilmu tersebut, untuk diekmbangkan sedemikian rupa, sehingga dalam waktu yang tidak terlalu lama Eropamenjadi pusat ilmu pengetahuan dan dikagumi di seluruh dunia. Banyak karya tulis pengarang Islam seperti Al-Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, al-Kindi, alRazi, al-Ghazali yang diterjemahkan ke dalam bahasa Eropa hamper dari semua cabang ilmu pengetahua, seperti ilmu kedokteran, astronomi, ilmu pasti, seni, kesusasteraan, filsafat dan sejarah. Jasa dan sumbangan inilah yang menjadi dasar utama bagi munculnya Renaissance,sehingga Eropa bangun dari masa kegelapan ke masa pencerahan dengan berbagi cabang ilmu pengetahuan.
3.    Dalam permulaan Abad Pertengahan tak ada barang siapapun yang lebih besar sumbangannya terhadap proses kemajuanmanusia kecuali bangsa Arab. Mahasiswa-mahasiswa Arab pada waktu itu sudah banyak yang mempelajari konsep-konsep filsafatnya Aristoteles tatkala Karel Agung dan para pembesarnya masih asyik belajar melukis (menulis, mengeja) namanya. Pada periode Cordova, sebuah kota yang mempunyai 17 perpustakaan dan satu di antaranya memiliki lebih dari 400.000 jilid buku. Para sarjana pada waktu itu gemar sekali mandi di pemandian yang indah-indah, sedang pada waktu yang bersamaan, orang-orang di perguruan Oxford menganggap bahwa mandi seperti itu merupakan perbuatan yang terkutuk dan berbahaya. Maka setelah Perang Salib barulah orang-orang Eropa gemar mandi. Mereka juga banyak mengimpor kain tenun drai dunia Timur seperti Mossselin, damast dan satin. Semua itu membuat mereka memainkan peranan penting dalam perniagaan internasional.
4.    Manusia mulai kritis terhadap berita-berita pembukaan negeri baru yang dibawa oleh kaum salib ke Eropa, sekembalinya mereka dari peperangan di dunia Timur. Sebagai bukti keinsafan mereka itu adalah berita perjalanan Marcopolo dalam mencari dunia baru, yaitu Benua Amerika di abad ke-13 sebagai langkah awal dari perjalanan Colombus ke Benua Amerika pada 1492 M. raja-raja di eropa mulai insyaf dan tahu tentang manfaat persatuan demi mencapai cita-cita luhur bagi negaranya, untuk memperkuat kekuasaan Paus di kemudian hari.
5.    Kontak perdagangan antara dunia Timur dengan dunia Barat semakin pesat, di mana Mesir dan Syriasangat besar artinya sebagai lintas perdagangan; kekayaan kerajaan dan rakyat kian melimpah-ruah. Keadaan seperti ini kian tahun kian bertambah pesat, sehingga membuka jalan perdagangan sampai ke Tanjung Pengharapan dan lama kelamaan perdagangan dan kemajuan dunia Timur berpindah ke Barat (Eropa).
Ucapan itu sebenarnya menurut Yahya Harun muncul dari rasa superior Barat yang menganggap lemah dan hina terhadap dunia Timur. Padahal dalam perjalanan sejarah yang sebenarnya, antara keduanya selalu bertemu dan terjadi kontak, baik melalui peperangan juga perdamaian. Salah satunya terjadi pada Abad Pertengahan dengan berkecamuknya Perang Salib.
Berdasarkan uraian di atas, bahwa akibat (hasil) dari terjadinya Perang Salib tersebut sangat besar artinya bagi kemajuan dunia Barat (Eropa) sejak saat itu hingga sekarang. Dalam hal ini, sangat besar peranan dan jasa umat Islam (dunia Timur) dalam memberikan sumbangan andil yang besar terhadap munculna Renaissance di Eropa. Hukum sejarah menjelaskan, bahwa persinggungan antarperadaban akan memunculkan peradaban baru, yang lebih hebat dan maju dari peradaban salinya. Kemajuan yang telah dicapai Barat, akibat interaksi dengan dunia Timur. Kebetulan, Barat dapat mengolah berbagai penemuan, berkat ilmu pengetahuan, kegigihan, kecerdasan dan pendanaan. Oleh sebab itu, bagi dunia Timur, khusunya dunia Islam, harus memaknai kemajuan Barat adalah karena mereka mampu menjemput masa depan. Sebaliknya, dunia Islam jangan terbelenggu kejayaan masa silam yang telah berlalu. Catatan sejarah bukan untuk dikagumi ataupun diratapi. Catatan sejarah harus memberi inspirasi, motivasi dan aksi, agar kebermaknaan sejarah menjadi gerak perubahan dan pembaharuan bagi kemajuan masa depan (Noor, 2014:262-266).

Shalahuddin Al Ayyubi (Saladin)


Shalahuddin Al Ayyubi pada awalnya adalah sebagai wazir dari khalifah Al Fathimy, wakil dari Sultan Nuruddin Mahmud, bercita-cita hendak mendirikan kerajaan yang merdeka. Ia berusaha untuk menimbulkan kecintaan rakyat Mesir kepada dirinya, yaitu cinta yang berasaskan kejujuran dan keikhlasan. Shalahuddin Al Ayyubi merupakan raja pemenang, Sultan dan pelindung  agama. Shalahuddin adalah seorang keturunan Syria atau Kurdi. Posisinya sebagai perdana menteri, mendapat kewajiban melenyapkan ajaran-ajaran sesat dan pernyataan Prang Salib kepada orang-orang Prancis. Shalahuddin berusaha untuk merebut kekuasaan dari Sultan Nurrudin Mahmud, melemahkan kekuasaan khalifah Fathimiyah. Shalahuddin menyerahkan urusan kerajaan yang penting kepada pengikutnya. Kemudian berusaha mengusir tentara Sudan yang berontak, kasih saying rakyat Mesir bertambah padanya, setelah ia mengalahkan tentara Salib yang mengancam Mesir dan menjajah Dimyat tahun 1169 M. kedudukannya bertambah kuat untuk menjatuhkan Khalifah Fathimiyah (Noor, 2014:266).
            Sultan Nurudin wafat 1147 M, maka kekuasaan berpindah ke tangan Shalahuddin, berhasil mendirikan Dinasti Ayyubiah di Mesir 1175 M. Sebelumnya, pada 1170 M mendirikan tiga buah madrasah di Kairo dan Iskandariah, untuk tempat menyiarkan Mahzab ahlus-sunnah dan menghapus nama Khalifah Fathimiyah, maka kekuasaan berada di tangan Shalahuddin. Agar terpelihara dan bahaya pemberontakan keluarga Fathimiyah serta pengikutnya di dalam negeri dan dari bahaya serangan tentara Salib dari luar, maka Shalahuddin berusaha mendirikan benteng bukit (Qal’atul Djabal) di Bukit Mukattam untuk markas pemerintahan dan balatentara. Pembagunan itu diserahkan pada seorang ahli bangunan yaitu Bahauddin Karakusj. Ia melakukan pembangunan dengan mendirikan pagar keliling Kota Futhath, Aigathai dan Kairo, juga pembuatan sebuah sumur besar (Birkatul Halazun).
            Shalahuddin berusaha untuk mempererat hubungan dengan Al Malikus Shalih putra Sultan Nuruddin, akan tetapi putra Sultan Nuruddin ini ingin menghancurkan Shalahuddin, maka terjadilah peperangan antara kedua belah pihak, yang dimenangkan oleh Shalahuddin hingga menduduki Kota Damaskus, dan ia diakui oleh Khalifah Abbassiyah, Al Mustadhi Kahlifah Bani Abbas yang ke-33. Shalahuddin juga menduduki Aleppo dan Mosol. Dengan demikian, Shalahuddin telah menjadi seorang kepala Negara yang besar kekuasaannya dan pengaruhnya sampai ke jazirah Arab, Asia Barat Daya. Oleh karena itu, tentara Salib terkepung oleh kekuatan Shalahuddin yang bersatu dari utara, selatan dan timur.
            Perselisihan antara Shalahuddin dengan tentara Salib timbul karena kelancangan perbuatan Reynold, penguasa benteng krak, yang menjajah pesisir Mekkah dan Madinah, sehingga terjadi peperangan. Reynold ini juga melakukan perampokan pada rombongan jemaah haji, melakukan penangkapan pada khalifah-khalifah kaum Muslimin yang sedang dalam perjalanan ke Mekkah. Hal ini menyebabkan kemarahan Shalahuddin dan berjanji akan membalas dendam dengan menyerang wilayah-wilayah kerajaan Salib.
            Pada 1178 M Shalahuddin beserta tentaranya menyerang tentara Salib, Reynold terbunuh. Kemenangan pada pihak Shalahuddin dan tentaranya, maka Kota Uka (Acco), Napolis, Ramla, Beirut dapat diduduki oleh tentara Shalahuddin. Kepada tentara Shalahuddin akan menyerahkan beberapa kota yang sudah ditaklukannya kepada tentara Salib asal mereka mau menyerahkan Kota Baitul Maqdis kepada tentara Shalahuddin, tapi tuntutan itu ditolak oleh tentara Salib, maka dikepunglah kota itu selama delapan hari dan tentara terpaksa menyerah dan Shalahuddin dapat menduduki kota itu, Shalahuddin membolehkan masing-masing umat Kristen yang hendak meninggalkan kota itu hijrah dari sana, sesudah mereka membayar uang tebusan.
            Kemenangan Sultan Shalahuddin sangat menggoncangkan Benua eropa dan mengejutkan hati penduduknya. Beberapa orang raja menyiapkan balatentara untuk angkatan Perang Salib yang baru, agar dapat merebut kembali wilayah-wilayah mereka yang telah dirampas dan lepas dari tangan mereka. Angkatan Perang Salib yang baru ini dipimpin oleh Raja Frederick Barbarossa, Philip II Raja Prancis dan Richard I Raja Inggris.
            Raja Frederick Barbarossa berangkat membawa tentara melalui Asia kecil, di tengah jalan ketika menyebrangi sungai raja ini mati terbenam dan tentaranya tercerai berai, hanya sebagian kecil saja sampai ke Syam, Angkatan perang raja Philip II dan Richard I sampai ke Uka (Acco) sesudah Richard menaklukan Pulau Cyprus dalam perjalanannya ke Syria.
            Kekuatan tentara Salib ini melemah karena kesalahan untuk mempertahankan benteng Uka dan tentara Salib mendorong Shalahuddin kepedalaman dan di antara Philif dan Richard terjadi perselisihan. Philif pulang ke negerinya dan Richard menghadapi kaum Muslimin. Pada tiap pertempuran Richard menunjukkan keberanian dan keperwiraannya yang luar biasa sampai menakjubkan musuh-musuhnya, sehingga Richard ini diberi gelar (Richard The leon Heart) Richard hati singa. Pada pertempuaran di Arsuf mengalahkan tentara Shalahuddin dan menduduki Jaffa. Akan tetapi dia tidak berhasil menaklukkan Baitul Maqdis. Maka terjadi perundingan antara kedua belah pihak yang menghasilkan perjanjianDamai di Ramla tahun 1192 m. dalam perjanjian itu dinyatakan bahwa peperangan dihentikan tiga tahun lamanya dengan syarat-syarat:
1.    Baitul Maqdis tetap dibawah kekuasaan kaum Muslimin dari membolehkan kaum Kristen berziarah ke sana.
2.    Tentara Salib melindungi pesisir Syria, Tyrus sampai ke Jaffa.
3.    Kaum Muslimin harus memulangkan harta kejayaan gereja kepada orang Kristen.
Tidak lama sesudah perdamaian itu Sultan Shalahuddin mangat dan digantikan oleh saudaranya Sultan Adil (Osman,1970. Lihat juga Reston,2007).

C.  PENUTUP
1.    Kesimpulan
Perang Salib merupakan perang untuk memperebutkan Yerussalem. Perang ini kemudian meluas menjadi konflik antar agama paling dahsyat sepanjang sejarah. Dimulai sejak kaum Kristiani yang direstui Paus atas nama agama Kristen berusaha merebut kembali wilayah Yerussalem dan “Tanah Suci” dari kekuasaan Islam. Perang ini berlangsung selam beberapa periode dari abad ke-9 hingga abad ke-16 Masehi. Perang Salib pertama dilancarkan pada tahun 1095 oleh Paus Urban II dan berakhir pada tahun 1291.
Perang ini mencuatkan nama Salahudin Al-Ayyubi dan Richard “The Lion Hearth” sebagai pahlawan di kedua belah pihak. Perang ini sedikit banyak memberikan pengaruh dalam mengantarkan Eropa menuju zaman Renaisans. Hingga saat ini, istilah Perang Salib masih dipakai unuk menunjukkan konflik antar agama yang berlangsung hingga saat ini.

2.    Saran
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya, baik dari sisi penulisan, penyajian maupun dari sisi bahan yang menjadi pembahasan. Untuk melengkapi kekurangan itu, maka bagi para pembaca yang ingin lebih mendalami tentang sejarah Perang Salib kami menyarankan untuk mencari sumber lain sebagai referensi tambahan.

D.  REFERENSI
Iqbal Akhmad, 2010. Perang-Perang Paling Berpengaruh di Dunia. Yogyakarta. Jogja Bangkit Publisher.
Noor Yusliani, 2014. Sejarah Timur Tengah (Asia Barat Daya). Yogyakarta. Penerbit Ombak.
Susmihara, 2013. Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta. Penerbit Ombak.
Wirjosuparto Sutjipto, sedjarah Dunia. Jakarta. Dinas Penerbitan Balai Pustaka.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Asal Mula Pulau-Pulau di Tobelo

Hasil Kebudayaan Megalitikum dan Budaya Megalitik

MENGEMBANGKAN SIKAP TOLERANSI BERAGAMA DI SUMATERA SELATAN