MENGEMBANGKAN SIKAP TOLERANSI BERAGAMA DI SUMATERA SELATAN
MENGEMBANGKAN SIKAP TOLERANSI
BERAGAMA DI SUMATERA SELATAN
Oleh:
JEKI SEPRIADY
(Peneliti Muda Komunitas Suluh Melayu)
Bangsa
Indonesia berdiri dan dibangun dari keberagaman, Indonesia lahir dari perjalanan panjang yang unik. Bangsa ini terhimpun dari
berbagai ras, suku, budaya lokal, adat istiadat, dan agama. Namun perbedaan tidak
menyurutkan bangsa
Indonesia untuk bersatu dalam satu wadah negara kesatuan
yang kokoh. Sejak dahulu cita-cita mempersatukan pulau-pulau yang tersebar dari
Sabang
sampai Merauke sudah
tersirat dalam diri bangsa Indonesia. Persatuan yang menjunjung nilai toleransi
sudah berkembang sejak
zaman kerajaan-kerajaan Hindu-Budha, terbukti dengan kitab Sutasoma karya Mpu Tantular
yang menulis sesanti Bhineka Tunggal Ika,
Tanhana Dharmma Mangrva pada abad 14 Masehi.
Kerajaan
Sriwijaya yang masa
kejayaannya pada abad 7-11 Masehi memiliki pegaruh hampir seluruh Asia Tenggara.
Agama Budha merupakan ideologi pemersatu, setidaknya seperti yang termuat di
dalam prasasti-prasastinya mampu menjalin persatuan dan kesatuan pada wilayah
kekuasaannya. Menurut Utomo (2018) agama Budha
dan Hindu hidup
selaras dan berdampingan di dalam negeri Sriwijaya.
Bukti
arkeologi berupa sisa bangunan pemujaan Hindu dan Budha ditemukan di daerah Ranau,
Komering, Bingin Jungut, Tingkip, Teluk Kijing, Bumiayu, Banyuasin dan
Palembang menggambarkan kerukunan umat beragama di dalam negeri Sriwijaya.
Sebuah gambaran toleransi beragama yang sangat indah di
negeri yang didominasi
oleh komunitas Budha. Bukti sejarah tentang Islam di Sriwjaya menunjukkan
bahwa Islam telah masuk pada abad ke-8 Masehi. Sepucuk surat dari raja Sriwijaya
kepada Khalifah Umar Ibn ‘Abd Al-Aziz yang memberitakan tentang pemberian
hadiah dan permohonan untuk mengirimkan mubaligh ke Sriwijaya.
Kekuasaan boleh silih berganti, kearifan lokal Melayu pada
persatuan dan toleransi kehidupan beragama tetap hidup dan tergambar pada mozaik
kebudayaan Islam di Palembang. Kesultanan Palembang Darussalam sebagai payung kebudayaan di Iliran dan Uluan
menganjurkan sikap toleransi kepada masyarakat negeri Palembang. Toleransi
tersebut tergambar pada karya-karya yang dibuat oleh penulis dan sastrawan negeri
Palembang. Seperti“Syair Perang Palembang 1819”. Kutipan bait
syairnya berikut:
Orang bekerja mulia dan hina
Di selat pulau bentengnya Cina
Papan dan kayu semuanya terkena
Buatan Demang Jayalaksana
Toleransi dan sikap persatuan digambarkan dengan hubungan
baik antara sultan
dan rakyatnya, tergambar pada bait syair diatas,
tidak ada perbedaan antara pribumi, keturunan Cina, Arab yang membela Kesultanan
Palembang Darussalam melawan bangsa asing di bumi
Palembang.
Menggali kembali memori masa lalu untuk membangun karakter bangsa menurut Kartodirdjo (2017)
adalah proses
national building for national identity menuntut rekontruksi sejarah untuk mewujudkan kristalisasi identitas bangsa Indonesia.
Dengan kata lain penting untuk memahami sejarah bangsa bagi pembangunan. Maka
tepatlah pernyataan salah seorang founding
father bangsa ini Bung Karno tentang “Jas Merah” (jangan sekali-kali
melupakan sejarah). Soekarno mengingatkan
kepada generasi bangsa ini untuk selalu mengingat masa lalu atau sejarah bangsa
ini. Itulah model karakter yang bisa dijadikan sebagai teladan, ditengah
hilangnya teladan dalam kehidupan sekarang ini.
Akhir ini kita dihebohkan dengan aksi teror yang dilakukan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab untuk mengacaukan keamanan dan ketertiban Indonesia. Islam
sering dikaitkan dengan radikalisme dan terorisme, tetapi pada
hakikatnya agama Islam adalah agama rahmatalilalamin dan Islam tidak mengajarkan tindakan kekerasan. Islam mengajarkan cinta kasih, saling menghormati dan nilai luhur lainnya. Perjalanan sejarah Indonesia, menunjukkan bahwa ideoligi Pancasila mampu menjadi
benteng isu-isu radikalisme yang akan memecah belah keberagaman etnis dan
budaya. Dan akhirnya peran pemerintah harus ditopang oleh
peran masyarakat dan keluarga sebagai sebuah trilogi yang akan menopang pelaksanaan
empat pilar kebangsaan untuk mewujudkan
negeri Indonesia yang aman tentram dan tetap menjaga
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sudah diwariskan oleh pendiri bangsa
ini. “Salam Jas Merah”
Komentar
Posting Komentar