KEBUDAYAAN PALEMBANG
Suku Melayu Palembang atau yang lebih dikenal dengan Suku Palembang
adalah salah satu suku Melayu yang terletak di wilayah kota Palembang dan
sekitarnya. Suku Palembang juga merupakan salah satu kelompok etnis terdekat
dari suku Komering. Suku Palembang di Palembang semakin lama semakin
berkurang, tetapi di Tepian sungai Musi masih
banyak ditemukan suku Palembang. Suku Palembang bahasanya mirip dengan Bahasa
Melayu Jambi dengan Suku
Melayu Bengkulu yang
kata-katanya berakhiran dengan kata o.
Suku Melayu Palembang umumnya bermata pencaharian Sebagai Petani. Suku
Palembang juga tidak mendiami wilayah Kota Palembang saja, tetapi juga mendiami
wilayah Kabupaten Ogan Ilir (Seperti Kecamatan Tanjung Raja, Kecamatan
Pemulutan, dan Kecamatan Indralaya). Dan wlayah Kabupaten Ogan Komering Ilir
(Seperti Kecamatan Kota Kayu Agung, dan Kecamatan Jejawi). Kebanyakan keturunan
suku Palembang ini juga banyak menyebar di wilayah Bengkulu, dan Jambi. Suku Melayu Palembang banyak menganut Agama Islam, sisanya beragama Buddha. Tetapi
masih ada juga yang beragama animisme, mereka juga hidup secara
berdamping-dampingan dan damai.
Kebudayaan Suku Palembang
Kalau bicara kota dengan pendapatan perkapita paling tinggi di Indonesia, maka semua
akan tertuju pada kota Palembang. Kota Palembang merupakan salah satu kota di
provinsi Sumatera Selatan sekaligus ibu kotanya. Lokasinya di tepi Sungai Musi.
Dari 1,2 juta penduduk kota Palembang, 40-50% adalah suku Palembang. Suku
Palembang dibagi dalam dua kelompok, yaitu Wong Jeroo dan Wong Jabo. Wong Jeroo merupakan keturunan bangsawan/hartawan
dan sedikit lebih rendah dari orang-orang istana dari kerajaan zaman dulu yang
berpusat di Palembang. Sementara Wong Jabo adalah rakyat biasa.
Beberapa kalangan berpendapat bahwa suku Palembang merupakan hasil dari
peleburan bangsa Arab, Tionghoa, suku Jawa dan kelompok-kelompok suku lainnya di Indonesia. Banyak
orang Palembang menjadi pegawai pemerintahan. Namun ada pula yang bekerja
sebagai pedagang di pasar, buruh, nelayan, guru, atau sebagai pengrajin
kerajinan tangan Luasnya ladang minyak di Palembang menjadi kekayaan tersendiri
kota Palembang.
Tradisi yang telah mengakar dalam budaya suku Palembang dan telah
dijalankan selama beberapa abad sebagai pedagang, ialah sebagian kecil pedagang
menjajakan dagangannya di atas permukaan air sungai Musi dengan menggunakan
perahu. Selain menjadi pedagang, orang Palembang juga banyak yang berhasil
menduduki sektor penting di pemerintahan Sumatera Selatan, dan juga tidak
sedikit yang berhasil di perantauan dalam segala bidang, termasuk menjadi
pejabat pemerintahan Indonesia dan beberapa sukses menjadi artis, sedangkan
yang lain juga banyak bekerja di sektor swasta dan lain-lain.
Banyak orang Palembang yang masih tinggal di rumah yang didirikan di atas
air. Rumah limas menjadi model arsitektur rumah khas Palembang yang kebanyakan
didirikan di atas panggung di atas air untuk melindungi dari banjir. Suami atau
ayah berfungsi sebagai pelindung rumah tangga dengan tugas pokok mencari nafkah
dalam sistem kekeluargaan suku Palembang. Sedangkan istri bertanggung jawab
menjaga ketertiban dan keharmonisan rumah tangga. Keberhasilan seorang istri
ditentukan oleh ungkapan para suami yang berkata “rumah tanggaku adalah
surgaku”. Sebuah keluarga lebih mengharapkan anak laki-laki daripada anak
perempuan. Para kakek-kakek dari kedua belah pihak menganggap cucu lelaki
sebagai jaminan dan bakal negeri (memperkuat kekuatan mereka) dan negakke jurai
(jaminan sebagai penerus garis keturunan mereka).
Islam menjadi
agama yang dianut sebagaina besar orang Palembang. Sondok
piyogo atau dalam bahasa Indonesia berarti “Adat dipangku, syari'at
dijunjung” merupakan semboyan yang dipegang teguh oleh suku Palembang. Semboyan
tersebut bermakna bahwa meskipun mereka sudah mengecap pendidikan tinggi,
mereka tetap mempertahankan adat kebiasaan suku Palembang. Lapangan pekerjaan
merupakan masalah sosial suku Palembang. Karena pengangguran menjadi masalah
bagi orang Palembang. Orang Palembang dikenal sebagai orang yang sulit atau
bahkan tidak mau melakukan pekerjaan kasar. Modernisasi merupakan momok bagi
suku Palembang di mana kebudayaan mereka akan mengalami perubahan hingga
kemerosotan.
Dalam kesehariannya, suku Palembang berbicara dalam bahasa Palembang.
Bahasa Palembang sendiri merupakan bagian atau varian dari bahasa Melayu atau
sering disebut sebagai bahasa Melayu Palembang. Bahasa Palembang menggunakan
dialek “o” pada akhir setiap kata. Inilah yang membedakan bahasa Melayu Riau
dan Melayu Malaysia dengan bahasa Melayu Palembang. Adapun dialek bahasa Melayu
Palembang ini memiliki dua dialek bahasa, yaitu baso Palembang Alus dan baso Palembang Sari-Sari.
Komentar
Posting Komentar